Sabtu, 15 September 2012

LANDASAN TEORI EKONOMI DAN MANAJEMEN DALAM TEKNOLOGI PENDIDIKAN


Memasuki abad ke-21 hampir semua negara di dunia bertanya tentang masa depan dunia yang mengalami perubahan dengan cepat itu. Untuk memahami persoalan itu dengan baik sejumlah ahli di bidang ekonomi, bisnis, organisasi dan manajemen serta keuangan dunia mencoba untuk menjelaskan perkembangan dunia yang ditandai dengan ketidakpastian (uncertainty) yang semakin meningkat sehingga pekerjaan, organisasi dan ekonomi juga turut berubah.
Gejolak perubahan yang penuh dengan ketidakpastian itu membawa kita semua kepada upaya memilih dan menetapkan alternatif-alternatif yang paling baik bagi setiap orang. Dalam menghadapi perubahan yang cepat tersebut satu-satunya cara untuk tetap dapat berada pada posisi yang baik dalam situasi perubahan yang begitu cepat dan hampir-hampir tak terkendalikan itu adalah “belajar secara cepat” pada semua bidang kehidupan tak terkecuali bidang pendidikan (Azis Wahab, 2001:1).
Tetapi tidak dapat dipungkiri dalam dunia pendidikan pun banyak timbul permasalahan-permasalahan akibat perubahan yang cepat dan terjadi setiap saat. Oleh karena itu, agar dapat terhindar dari permasalahan atau bahkan dapat mempengaruhi dan mengarahkan perubahan, dalam hal ini masalah belajar, maka kita harus menguasai ilmu dan pengetahuan yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, dan bidang keilmuan yang menangani hal tersebut adalah teknologi pendidikan 
Menurut AECT (1994) teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta penilaian proses, sistem dan sumber untuk belajar (Seels & Richey, 2000:10). Mengingat pesatnya perkembangan teknologi pembelajaran, baik sebagai disiplin ilmu, program studi maupun profesi. Suatu profesi harus mempunyai landasan pengetahuan yang menunjang praktek. Tiap kawasan teknologi pembelajaran mengandung kerangka pengetahuan yang didasarkan pada hasil penelitian dan pengalaman. Hubungan antara teori dan praktek semakin mantap dengan matangnya bidang garapan. Teori terdiri dari konsep, bangunan (konstruk), prinsip, dan proposisi yang memberi sumbangan terhadap khasanah pengetahuan. Sedangkan praktek merupakan penerapan pengetahuan tersebut dalam memecahkan permasalahan. Dalam teknologi pembelajaran baik teori maupun praktek, banyak menggunakan model. Model prosedural, yang menguraikan cara pelaksanaan tugas membantu menghubungkan teori dan praktek. Teori juga dapat menghasilkan model untuk memvisualisasikan hubungan; model ini disebut model konseptual (Richey, 1986), Seels & Richey, (2000:10-12).
Kata teknologi banyak dipahami oleh awam sebagai mesin atau hal-hal yang berkaitan dengan mesin. Namun sesungguhnya teknologi memiliki pengertian yang lebih luas lagi, karena teknologi adalah merupakan perpaduan yang kompleks dari manusia, mesin, ide, prosedur dan pengelolaan (Hoban, dalam AECT, 1977), dan kemudian pengertian tersebut akan lebih jelas lagi apabila dilengkapi dengan pengertian bahwa pada hakekatnya teknologi adalah merupakan penerapan ilmu atau pengetahuan lain yang terorganisir ke dalam tugas-tugas praktis (Galbraith, dalam AECT, 1977).
Setiap teknologi dibangun atas dasar suatu teori tertentu. Demikian pula pada teknologi pembelajaran, dibangun atas dasar beberapa prinsip-prinsip dari keilmuan yang lain, salah satunya ditarik dari teori ekonomi terutama manajemen dan hasil-hasil penelitian dalam kegiatan ekonomi dan manajemen. Menurut A.A.Lumsdaine (1964) dalam Miarso (2004:199) teknologi pendidikan merupakan aplikasi dari ilmu dan sains dasar, yaitu: 1) ilmu fisika, 2) rekayasa mekanik, optik, elektro, dan elektronik, 3) teknologi komunikasi dan telekomunikasi, 4) ilmu perilaku, 5) ilmu komunikasi dan 6) ilmu ekonomi. Sedangkan menurut Robert Morgan (1978) dalam Miarso (2004:199-200) ada tiga disiplin utama yang menjadi fondasi teknologi pendidikan, yaitu ilmu perilaku, ilmu komunikasi dan ilmu manajemen.
Adapun permasalahannya adalah bagaimana landasan teori ekonomi dan manajemen dalam teknologi pendidikan? Kemudian apa kontribusi atau dukungan teori ekonomi dan manajemen dalam teknologi pendidikan?

B.     Landasan Teori Ekonomi dalam Teknologi Pendidikan

     1. Pengertian  ekonomi
Kata "ekonomi" secara etimologis berasal dari kata Yunani οĩκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Pada zaman postmodern atau globalisasi sekarang ini, manusia cenderung untuk mengutamakan kesejahteraan materi dibanding rohani, sehingga mengakibatkan ekonomi mendapat perhatian yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai produk baru yang semakin canggih ditawarkan, berbagai perlengkapan hidup dengan model dan desain yang semakin menarik dipajang di toko-toko. Situasi seperti ini membuat manusia berusaha untuk mengumpulkan uang sebanyak mungkin untuk memenuhi seleranya. Memang benar kalau orang mengatakan bahwa uang bukan segala-galanya. Namun, benar juga bahwa untuk segala sesuatunya diperlukan uang. Dengan demikian manusia tidak bisa bebas dari kebutuhan akan ekonomi. Sebab kebutuhan dasar manusia membutuhkan ekonomi.
Teori ekonomi dibedakan menjadi dua bagian yaitu teori ekonomi mikro dan teori ekonomi makro. Bagian makro membahas perilaku negara, masyarakat atau kelompok masyarakat. Variabel yang dibahas adalah pendapatan nasional, kesempatan kerja, pengangguran, inflasi, anggaran pemerintah, dan sebagainya. Sedangkan teori ekonomi mikro, membahas perilaku agen ekonomi yang kecil yaitu konsumen individual atau sebuah perusahaan, sekolah atau satuan pendidikan dan keluarga. Oleh karena adanya perbedaan masalah pokok yang dibicarakan, maka nampaknya antara teori ekonomi mikro dan teori ekonomi makro merupakan dua bagian yang terpisah. Bagian makro sering disebut pula dengan teori pendapatan masyarakat, sedangkan bagian mikro disebut dengan teori harga.
Pada hakekatnya kedua teori ekonomi itu memiliki hubungan yang erat. Teori konsumsi masyarakat yang dibahas oleh teori ekonomi makro, merupakan keseluruhan dari perilaku konsumen individual. Sedangkan sistem perpajakan masyarakat yang dibahas oleh teori ekonomi mikro sangat mempengaruhi pengambilan keputusan tentang harga dan jumlah barang yang diproduksi oleh suatu perusahaan. Jadi meskipun teori ekonomi makro dan mikro sudah berkembang menjadi cabang teori ekonomi merupakan dua bagian yang terpisah. Namun, pada hakekatnya kedua teori ekonomi itu memiliki hubungan yang erat. Teori konsumsi masyarakat yang dibahas oleh teori ekonomi yang berbeda, namun sebenarnya keduanya tidak dapat dipisahkan dan masih terikat dalam cakupan teori ekonomi.
Materi yang dibahas dalam teori ekonomi mikro, berkisar pada prinsip-prinsip yang dipakai sebagai dasar dalam pengambilan keputusan oleh seorang konsumen maupun produsen. Konsumen akan membentuk permintaan (demand), sedangkan produsen membentuk penawaran (supplay). Dengan demikian, materi yang dibahas oleh teori ekonomi mikro pada dasamya meliputi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kekuatan permintaan konsumen maupun kekuatan penawaran produsen yang terjadi di pasar.
Paradigma ekonomi pengikut aliran Chicago yang institusional-interventif ini mengekor tradisi ilmu ekonomi Inggris, di mana mikro ekonomi dipisahkan dari makro ekonomi. Dalam pandangan mereka, ada dua dunia ekonomi yang masing-masing terpisah dan mandiri. Di satu sisi ada ekonomi mikro dunia di mana harga ditentukan oleh supplay dan demand, yang menurut ekonom Chicago sebaiknya diserahkan saja tanpa kendala kepada pasar. Di sisi lain mereka mengatakan, ada makro ekonomi, yang berfokus pada semesta agregat, seperti misalnya anggaran pemerintah dan kebijakan moneter, yang tidak boleh diserahkan kepada pasar bebas.
Jadi senafas dengan para Keynesian, pengikut Friedman menyerahkan kontrol absolut terhadap area makro kepada pemerintah pusat agar perekonomian dapat dimanipulasi untuk kepentingan sosial, sementara dunia mikro dibiarkan bebas. Singkatnya, Friedmanites dan Keynesian sama-sama menyerahkan urusan makro kepada statisme, sebab, menurut mereka, inilah kerangka yang diperlukan agar kebebasan di tingkat makro dapat berjalan sesuai dengan prinsip pasar bebas.
Dunia sekarang ini disibukkan oleh masalah-masalah ekonomi atau perdagangan. Masing-masing negara berusaha meningkatkan perekonomiannya. Berbagai cara dilakukan misalnya melalui kerjasama dengan memberi bantuan kepada negara lain.
Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memprioritaskan pembangunan ekonomi. Akibatnya munculnya berbagai usaha baru, pabrik-pabrik baru, industri-industri baru, bahan-bahan perdagangan baru, dan badan-badan jasa yang baru. Jumlah konglomerat makin banyak, walaupun orang-orang miskin tetap masih ada. Pertumbuhan ekonomi menjadi tinggi, dan penghasilan negara bertambah, walaupun hutang luar negeri cukup besar dan penghasilan rakyat kecil masih minim.
Perkembangan ekonomi makro berpengaruh pula dalam bidang pendidikan. Banyak orang kaya yang mau menjadi orang tua asuh sehingga anak-anak yang kurang mampu mendapat kesempatan untuk bersekolah. Selain itu terlaksananya sistem ganda dalam pendidikan (link and match). Yaitu kerjasama antara sekolah dengan dunia usaha dalam usaha pembelajaran peserta didik. Bahkan akhir-akhir ini munculnya sejumlah sekolah unggulan. Sekolah-sekolah ini didirikan oleh orang-orang kaya atau konglomerat atau kumpulan dari mereka, yang bertebaran di seluruh Indonesia. Disisi lain dengan dalih swastanisasi dan pendidikan sebagai komoditi bisnis. Akibatnya muncul sekolah elite bagi kaum elite, baik swasta maupun negeri. Dampaknya adanya jurang antara si kaya dan si miskin bertambah lebar (Soedijarto, 2000;49). Dengan demikian ekonomi mempunyai peran yang besar bagi kehidupan seseorang, masyarakat dan negara bahkan dunia.

2.  Peranan Ekonomi Dalam Pendidikan
Ekonomi pendidikan, walaupun kemunculannya agak terlambat dibanding dengan bidang kajian yang lain dalam ilmu ekonomi, ekonomi pendidikan atau ‘education economics’ atau ‘economics of education’ tumbuh dan berkembang pesat secara mandiri dengan memusatkan perhatiannya pada investasi sumberdaya manusia.
Objek kajian ilmu ekonomi adalah perilaku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka subyek pengamatan atau kajian ekonomi pendidikan terdiri dari dua hal yang berbeda tetapi saling berhubungan, yaitu:
a.       analisis atas nilai ekonomis pendidikan, berkepentingan dengan mengkaji dampak pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama dalam hal produktivitas tenaga kerja, mobilitas penempatan kerja dan pemerataan pendapatan. Selain itu juga mengkaji seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan oleh pendidikan atau pertambahan ilmu terhadap pendapatan.
b.      analisis atas aspek ekonomis institusi pendidikan, lebih berkepentingan mengkaji efisiensi internal institusi pendidikan dan implikasi finansial dari biaya yang digunakan untuk pengelolaan pendidikan, serta efektivitas pengelolaan sumberdaya institusi pendidikan sebagai bagian dari manajemen.
Mengingat pendidikan sebagai suatu proses untuk menciptakan suatu hasil, tidak mungkin terbebas dari pertimbangan atau nilai ekonomi. Ditinjau dari segi anggaran, komponen pembiayaan untuk guru merupakan jumlah yang terbesar dibandingkan untuk sarana-prasarana bahkan komponen-komponen yang lain, oleh karena itu harus bisa digunakan seefektif dan seefisien mungkin. Demikian pula penggunaan sumber-sumber daya yang lain perlu dipertimbangkan biaya yang paling ekonomis (Miarso, 2004:270, 598).
Sebagai contoh, bila ada sejuta guru SD tentu tidak akan ekonomis bila menuntut agar masing-masing guru membuat media instruksional; belum lagi kalau harus mempertimbangkan kualitasnya. Berbagai cara tradisional, seperti misalnya cara diklat guru dengan mengumpulkan mereka secara bergelombang di suatu tempat untuk jangka waktu tertentu perlu dikaji efisiensinya. Dituntut adanya kesepadanan antara waktu, biaya, dan tenaga di satu pihak dengan hasil yang diperoleh pada pihak lain. 
Adapun dukungan atau kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu:
a.       Pendidikan menciptakan dan menghasilkan pengetahuan baru yang membawa pengaruh terhadap proses produksi. Pendekatan ini mengandaikan, pertumbuhan ekonomi itu didorong oleh akumulasi modal manusia. Modal manusia, yang diperankan kaum profesional, para ahli, teknisi, dan pekerja, merupakan penggerak utama kemajuan ekonomi.
b.      Pendidikan menjadi sarana dalam proses difusi dan transmisi pengetahuan, teknologi, dan informasi yang dapat mengubah pola berpikir, bertindak dan kultur bekerja. Oleh karena itu unsur pengetahuan, teknologi, dan informasi merupakan kekuatan transformatif yang dapat memacu akselerasi pertumbuhan ekonomi.
Dalam konteks demikian, pendidikan memberi sumbangan dalam menyediakan sumber daya manusia yang berpengetahuan, berketerampilan, dan menguasai teknologi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Dengan demikian kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi itu sangat nyata. Sebagai contoh, selama kurun waktu 1920-an s.d 1990-an, pembangunan pendidikan di AS telah memberi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 14 persen. Bila advances in knowledge yang relevan dengan proses produksi dikonversi secara ekonomi, sumbangannya meningkat berkali lipat mencapai 42 persen (Denison, 1985).
Selain itu pendidikan dapat meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi suatu bangsa, yang tercermin pada peningkatan pendapatan warga negaranya. Artinya tingkat pendidikan menentukan tinggi rendahnya pendapatan seseorang. Sebagai contoh di AS, seorang lulusan SLTA dan Diploma III masing-masing bergaji sekitar 23.500 dollar AS dan 28.500 dollar AS per tahun; sementara lulusan sarjana dan pascasarjana masing-masing bergaji 41.000 dollar AS dan 65.000 dollar AS per tahun (Zumeta, 1999). Bahkan, seorang profesional berpengalaman dan berkemahiran tinggi gajinya mencapai 75.300 dollar AS per tahun (Saxton, 2000). Sungguh, selisih pendapatan menurut tingkat pendidikan ini sangat mencolok.
Memasuki era global yang ditandai menguatnya ekonomi neoliberal, keunggulan ilmu pengetahuan menjadi faktor determinan dalam mendorong percepatan kemajuan suatu bangsa. Dinamika perkembangan ekonomi yang digerakkan ilmu pengetahuan itu secara teknis disebut knowledge driven economic growth. Konsep ini menempatkan lembaga pendidikan (pendidikan tinggi) pada posisi amat penting dan strategis, sebab dapat: (1) melahirkan SDM terlatih, kompetitif, dan adaptif seperti profesional, pakar, teknisi, dan manajer; (2) melahirkan ilmu pengetahuan baru dan menciptakan inovasi teknologi; dan (3) meningkatkan kemampuan mengakses perkembangan ilmu pengetahuan pada tingkat global dan mengadaptasinya menurut konteks lokal/daerah (Bank Dunia, 2002).
Sebaliknya peranan ekonomi dalam dunia pendidikan cukup menentukan, walaupun bukan memegang peranan utama. Sebab ada hal lain yang lebih menentukan hidup matinya dan maju mundurnya suatu pendidikan. Menurut Made Pidarta (2000:261) faktor yang paling menentukan kehidupan dan kemajuan pendidikan adalah dedikasi, keahlian dan keterampilan para pengelola pendidikan. Namun, tidak dipungkiri tanpa ekonomi yang memadai dunia pendidikan tidak akan bisa berjalan dengan baik dan lancar.
Misalnya sekolah yang tidak sanggup mengadakan meja, bangku, dan kursi mengakibatkan peserta didik belajar di lantai sambil duduk-duduk atau berbaring. Hal ini mempengaruhi minat peserta didik untuk belajar. Demikian juga sekolah yang tidak punya media pembelajaran mengakibatkan pembelajarannya verbalistik, kurang menarik dan kurang jelas. Sekolah yang tidak mampu membeli buku baru, berakibat pengetahuan yang diberikan kepada peserta didik ketinggalan zaman. Sekolah dengan SPP terlalu kecil membuat guru-guru harus bekerja keras mencari tambahan dari luar, sehingga perhatiannya terhadap kegiatan pembelajaran berkurang.
Dengan ekonomi yang memadai segala sarana dan prasarana, media, alat pendidikan, dan berbagai kebutuhan pendidikan lain dapat dipenuhi. Selain itu kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan secara lebih intensif. Jadi sangat besar dampak negatif ekonomi yang minim terhadap kegiatan pendidikan.
Menurut Made Pidarta (2000;245-246) fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan adalah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan. Bukan merupakan modal untuk dikembangkan, bukan untuk mendapat keuntungan. Ekonomi pendidikan sama fungsinya dengan sumber-sumber pendidikan yang lain, seperti guru, kurikulum, peralatan, media pembelajaran, dan sebagainya yang semuanya bermuara pada pengembangan potensi peserta didik. Ekonomi merupakan salah satu komponen sumber daya pendidikan yang membuat peserta didik mampu mengembangkan potensinya, baik pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Termasuk memiliki keterampilan tertentu untuk dapat menjadi tenaga kerja yang andal, cinta pada pekerjaan halus maupun kasar, memiliki etos kerja dan bisa hidup hemat.
Dengan demikian menurut Made Pidarta (2000;247) kegunaan ekonomi dalam pendidikan terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
a.       Untuk membeli keperluan pendidikan yang tidak dapat dibuat sendiri atau bersama-sama para siswa, orang tua, masyarakat, atau yang tidak bisa dipinjam dan ditemukan di lapangan, seperti: sarana-prasarana, media, alat peraga, barang habis pakai (ATK), dan materi pembelajaran.
b.      Untuk pengadaan segala perlengkapan gedung, seperti: air, listrik, telpon, televisi, radio, komputer dan sebagainya.
c.       Membayar jasa segala kegiatan pendidikan, seperti: pertemuan-pertemuan, perayaan, karya wisata, penemuan ilmiah, honorarium dan sebagainya.
d.      Untuk materi pelajaran pendidikan ekonomi sederhana, agar bisa mengembangkan peserta didik berperilaku ekonomi, seperti: hidup hemat, bersikap efisien, memiliki keterampilan produktif, memiliki etos kerja, dan menguasai prinsip-prinsip ekonomi.
e.       Untuk memenuhi kebutuhan dasar dan keamanan para pengelola pendidikan.
f.       Meningkatkan motivasi kerja.
g.       Membuat para pengelola pendidikan lebih bersemangat dan bergairah bekerja.
Sebagai contoh negara-negara maju yang makmur/kaya, seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, China, Singapura, dan Malaysia. Negara-negara ini berani menjunjung tinggi akan pentingnya pendidikan sehingga dapat meningkatkan kualitas SDM nya. Peningkatan pendidikan SDM akan meningkat pula daya jualnya, pendapatannya, sehingga mempunyai daya beli yang tinggi berdampak pada dinamika pasar lebih hidup serta putaran uang menjadi lebih besar. Berdasarkan hukum supplay and demand akan terus berinteraksi atau berkorelasi secara positif. Sebaliknya di negara-negara yang kualitas pendidikannya rendah, akan cenderung menjadi sasaran pasar belaka. Dengan demikian perlunya pemberdayaan melalui pemberian layanan pendidikan yang berkualitas.
Akhirnya saatnya kita perlu belajar dari Wakil Perdana Menteri RRC Li Lian Qing yang menulis buku “Education for 1.3 Bilion People” menunjukkan betapa erat hubungan antara ekonomi dan pendidikan. Pendidikan yang baik harus didukung dengan ekonomi yang baik, demikian sebaliknya ekonomi yang baik hanya bisa dibangun dengan pendidikan yang baik. Sebab, dengan SDM yang baik kualitasnya kinerja pun meningkat, sehingga produktivitas juga meningkat. SDM yang baik kualitasnya, pantas memperoleh pendapatan yang baik. Disisi yang lain akan memberi benefit yang baik pula pada corporote sehingga daya belinya pun membaik. Dengan demikian sangat signifikan korelasi antara peningkatan SDM lewat pendidikan yang perlu ditunjang dengan ekonomi. Sebab, tidak ada pendidikan yang baik yang dapat diperoleh dengan mudah dan murah. Hal ini dalam falsafah Jawa disebut “Jer Basuki mawa bea’.
Sejarah telah mencatat bahwa kejayaan dan kesejahteraan sebuah negara itu tidak bergantung kepada melimpahnya sumberdaya alam, akan tetapi bergantung kepada kualitas SDM yang berbudi luhur yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta menerapkannya sesuai dengan kepentingan masyarakat di sekelilingnya. Maka dari itu peranan pendidikan menjadi sangat sentral. Kualitas pendidikan juga akan melahirkan modal intelektual (intellectual capital) dan modal teknologi (technological capital) yang sangat diperlukan untuk membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based economy). Artinya “The Power of Education” menjadi motor penggerak meningkatkan daya saing bangsa.

  1. Peranan Ekonomi dalam Teknologi Pendidikan
Ilmu ekonomi digunakan pada bidang-bidang lain, seperti penelitian perilaku kriminal, politik, kesehatan, keluarga, pendidikan termasuk teknologi pendidikan dan sebagainya. Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya ekonomi adalah ilmu yang mempelajari pilihan manusia.
Kita akui, ada sebuah peningkatan trend untuk mengaplikasikan teori ekonomi dalam konteks yang lebih luas. Fokus analisa ekonomi adalah "pembuatan keputusan" dalam berbagai bidang dimana orang dihadapi pada pilihan-pilihan. Misalnya bidang pernikahan, kesehatan, hukum, kriminal, perang, agama, pendidikan, dan termasuk teknologi pendidikan. Gary Becker dari University of Chicago adalah seorang perintis trend ini. Dalam artikel-artikelnya ia menerangkan bahwa ekonomi seharusnya tidak ditegaskan melalui pokok persoalannya, tetapi sebaiknya ditegaskan sebagai pendekatan untuk menerangkan perilaku manusia.
Mengingat masalah pokok yang dipelajari oleh ilmu ekonomi muncul karena kebutuhan manusia yang bersifat tak terbatas pada satu pihak dan sumber-sumber ekonomi yang jumlahnya terbatas pada lain pihak. Akibatnya setiap agen ekonomi, baik konsumen maupun produsen dihadapkan pada masalah pilihan. Yaitu memilih cara yang sebaik mungkin untuk memuaskan kebutuhannya dengan sumber-sumber yang terbatas tersebut. Dari berbagai altematif tindakan yang mungkin dapat diambil, mereka harus memilih altematif mana yang paling baik.
Fungsi ilmu ekonomi di sini adalah membantu mereka agar supaya keputusan yang diambil adalah yang 'terbaik'. Kualifikasi terbaik di sini haruslah diartikan dalam kerangka usaha pencapaian tujuan dengan pembatasan jumlah sumber ekonomi yang harus dikorbankan untuk mencapai tujuan tersebut.
Ilmu ekonomi menyuguhkan prinsip-prinsip atau hukum-hukum yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk mengambil keputusan tentang cara yang 'sebaik-baiknya' dalam mempergunakan sumber ekonomi yang jumlahnya terbatas dan dalam berbagai hal yang memang langka. Arti sebaik-baiknya di sini adalah bahwa untuk mencapai tujuan tertentu harus dipergunakan sumber-sumber ekonomi yang sedikit mungkin. Dilihat dari kaca mata ilmu ekonomi, sesuatu tindakan dengan predikat 'bijak' tidak hanya harus memenuhi syarat efektivitas dalam mencapai sasarannya, tetapi harus pula memenuhi syarat efisiensi.
Untuk menghadapi masalah yang sederhana memang mungkin cukup diperlukan pengalaman masa lampau maupun intuisi. Namun semakin kompleks persoalan yang dihadapi seseorang, makin terasa kebutuhan akan adanya suatu pegangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian dalam memecahkan masalah-masalah belajar pada manusia yang kompleks atau masalah pendidikan pada umumnya perlu berlandaskan ilmu ekonomi. Artinya untuk memilih alternatif terbaik yang memenuhi syarat paling efektif dan paling efisien.  Mengingat jumlah sasaran yang harus dilayani cukup besar, kesempatanya sangat terbatas, dan sumber belajar tradisional makin terbatas pula. Oleh karena itu perlu dikembangkan alternatif layanan pendidikan yang paling efektif dan efisien. Alternatif tersebut dengan menerapkan teknologi pendidikan.
Menurut filsuf Jerman Oppenheimer sebuah bangsa dapat mencapai kemakmuran melalui dua cara, yaitu merampas harta atau kepemilikan orang lain secara paksa melalui agresi atau koersi yang disebut dengan cara politik. Selain itu dengan cara mengakumulasi modal dan tabungan untuk diinvestasikan dalam berbagai usaha ekonomi sehingga dapat memetik hasilnya, kemudian cara ini disebut cara ekonomi. Hukum ekonomi ini mengajarkan bahwa kekayaan hanya bisa diperoleh atau ditingkatkan dengan melalui tiga cara, yaitu: pertama, dengan mengenali kelangkaan sumber daya alam dan memilikinya sebelum orang lain mendahului. Kedua, dengan menghasilkan barang atas bantuan tenaga dan sumber daya yang ada. Ketiga, dengan melakukan pertukaran dengan pihak lain yang memiliki atau menghasilkan barang yang kita inginkan. (Hoppe, 2003).
Dari hukum ekonomi inilah memberikan kontribusi pada teknologi pendidikan. Manusia dapat mengenali, menghasilkan, dan melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan baik perlu belajar. Sedangkan untuk dapat belajar secara efektif dan efisien perlu memanfaatkan beraneka sumber belajar. Teknologi pembelajaran berupaya untuk merancang, mengembangkan dan memanfaatkan aneka sumber belajar sehingga dapat memudahkan atau memfasilitasi seseorang untuk belajar. Pada gilirannya terbukanya kesempatan seseorang untuk belajar sepanjang hayat, di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja, dengan cara dan sumber belajar apa saja yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
Dengan demikian teknologi pembelajaran diperlukan untuk dapat menjangkau peserta didik di manapun mereka berada. Selain itu untuk melayani sejumlah besar dari mereka yang belum memperoleh kesempatan untuk belajar, memenuhi kebutuhan belajar untuk dapat mengikuti perkembangan, dan meningkatkan efisiensi, efektifitas dalam belajar.
Tuntutan peningkatan kualitas, keefektivan, efisiensi, dan relevansi pendidikan harus sejalan pula dengan adanya tuntutan peningkatan kualitas dari sumber daya manusia secara berkesinambungan. Untuk itu, diperlukan sikap belajar sepanjang hayat (life long education). Pembentukan sikap dan kemampuan belajar sepanjang hayat dapat dilakukan melalui penerapan teknologi pendidikan.
Dalam konteks ini, teknologi pendidikan secara konseptual dapat berperan untuk membelajarkan manusia dengan mengembangkan dan atau menggunakan aneka sumber belajar, yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam dan lingkungan, sumber daya peluang atau kesempatan, serta dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi sumber daya ekonomi khususnya keuangan (Miarso, 2004:701).
Peranan teknologi pendidikan di atas sesuai dengan amanat Pasal 28C Undang-Undang Dasar 1945, yaitu setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. 
Dalam melaksanakan peran tersebut di atas, menurut Miarso (2004:702) diperlukan serangkaian persyaratan sebagai berikut:
a.       Adanya dukungan moral dan kebijakan yang dapat memberikan kemungkinan tumbuhnya prakarsa masyarakat dan warganya.
b.      Adanya dukungan organisasi, karena tidak mungkin bagi perorangan untuk melakukan peran sendiri tampa bekerjasama dengan orang dan pihak lain.
c.       Adanya dukungan personal, yaitu tenaga yang mempunyai berbagai keahlian atau keterampilan khusus yang saling berkaitan dan tergantung dalam satu kesatuan/tim kerja.
d.      Adanya dukungan ekonomi khususnya dana. Mengingat ketiadaan dukungan ini sering kali merupakan faktor utama yang menyebabkan tidak dapat berperannya suatu organisasi atau kegiatan.
e.       Adanya dukungan sarana dan prasarana, termasuk di dalamnya gedung, perabot, peralatan, bahan baku, sumber energi, dan media komunikasi.
Sehubungan dengan itu UNESCO menetapkan standar minimum untuk pendidikan minimum 4-5% dari GNP dan menghimbau setiap negara untuk mengalokasikannya. Sebagai perbandingan di beberapa negara lain, seperti Malaysia yang menggunakan standar UNESCO dengan mengalokasikan sekitar 4% untuk pendidikan, sehingga pada akhir tahun 50-an sampai tahun 1964 menerima bantuan teknis pendidikan dari Indonesia, sekarang dengan bangga menawarkan pendidikannya kepada Indonesia. Belanda dengan 37% anggaran belanja negara untuk pendidikan atau sekitar 7% GNP. Taiwan dalam UUD-nya menetapkan anggaran untuk pendidikan, yaitu 15% anggaran pemerintah pusat untuk pendidikan, 25% anggaran pemerintah provinsi untuk pendidikan, dan 35% anggaran pemerintah TK II untuk pendidikan (Soedijarto, 2000;102-103).
Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 Pasal 31 ayat 4, negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Sedangkan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 49 dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. PP 19 Tahun 2005 tentang Stándar Nasional Pendidikan, Pasal 62 menyebutkan pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal
Sedangkan dalam Pasal 54 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diatur lebih lanjut menganai peran serta masyarakat  dalam pendidikan, yaitu (1) peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan, (2) masyarakat dapat berperan serta sebagai nara sumber, pelaksana dan pengguna hasil pendidikan.
Kontribusi ilmu ekonomi dalam teknologi pendidikan yaitu menekankan pada proses untuk memperoleh nilai tambah. Artinya belajar akan lebih berkualitas, lebih efisien, lebih efektif, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat, dan sebagainya. Kemudian uraian secara rinci dukungan ilmu  ekonomi dalam teknologi pendidikan sebagai berikut:
a.      Meningkatkan efisiensi pendidikan.
Salah satu kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan adalah peningkatan efisiensi pendidikan. Yang dimaksud efisiensi adalah penggunaan dana yang harganya sesuai atau lebih kecil dari pada produksi dan layanan pendidikan yang telah direncanakan. Dengan kata lain biaya pendidikan lebih kecil dari pada produksi pendidikan bila semuanya bisa diuangkan. Mengingat dana pendidikan yang terbatas, maka penggunaannya perlu dioptimalkan.
Pemanfaatan teknologi pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pendidikan. Artinya pengelolaan pendidikan bila memungkinkan seperti pada dunia bisnis. Semua kegiatan pendidikan dihitung dengan uang seperti fungsi produksi, sehingga dapat dibandingkan uang dengan uang secara mudah. Sementara itu yang dimaksud fungsi produksi adalah hubungan antara input, proses dan output. Input pendidikan berupa masukan untuk proses pendidikan, yaitu peserta didik, guru, dana, sarana dan prasarana, fasilitas pembelajaran (media, alat peraga, buku, laboratorium dan barang-barang habis pakai lainnya), semua ini dinilai dalam bentuk uang. Sedangkan proses menunjuk pada lamanya waktu yang digunakan (semester, tahun ajaran, dsb) dan bentuk atau pola pembelajaran yang dilaksanakan, ini semua juga dinilai dengan uang. Outputnya berupa keluaran dengan berbagai layanan pendidikan, hasil belajar peserta didik, dan jumlah lulusan/tamatannya ini juga di nilai dengan uang. Dengan demikian apabila nilai harga input sama atau lebih kecil dari pada nilai harga outputnya, maka kegiatan pendidikan ini dikatakan efisien.
Namun perlu diingat menghitung harga output yang berupa hasil belajar dalam bentuk aspek psikologis, seperti penambahan pengetahuan, penajaman pikiran, penguatan kemauan, perbaikan kepribadian, peningkatan keterampilan, dan sebagainya ini tidak mudah. Sebab sulit untuk mengkuantitatifkan dan menguangkan aspek-aspek psikologis. Selain itu sulit untuk dicari di pasar sebagai perbandingan. Jadi harga itu hanya bisa dilihat pada kegunaan atau manfaat (outcome) di masyarakat serta kecocokannya dengan norma dan kondisi masyarakat. Kecuali, berapa jumlah peserta didik yang lulus/tamat.
Adapun faktor-faktor utama yang diperhatikan dalam menentukan tingkat efisiensi pendidikan adalah penggunaan uang, proses kegiatan dan hasil kegiatan.  

b.      Meningkatkan efektifitas pendidikan
Sesuatu kegiatan dikatakan efektif bila kegiatan itu dapat diselesaikan pada waktu yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya untuk mengukur efektifitas hasil suatu kegiatan pembelajaran, biasanya dilakukan melalui keterampilan kognitif peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan. Pengukuran keterampilan kognitif biasanya banyak dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen yang memungkinkan kita mengontrol kondisi belajar sehingga diperoleh hasil pengukuran “hasil belajar” yang relatif “murni”. Efektifitas dapat pula dilihat dari segi daya jangkau media pembelajaran yang digunakan serta daya kontrol peserta didik terhadap media tersebut dalam hal, misalnya waktu dan frekwensi penggunaannya/belajarnya (Tian Belawati, 1999:9).
Efektifitas biaya pendidikan berarti biaya itu hanya diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan dengan tepat waktu. Dengan demikian biaya efektif suatu kegiatan adalah biaya yang menurut harga pasar yang sedang berlaku dan dapat menyelesaikan kegiatan sesuai dengan tujuan yang direncanakan.
Analisis biaya efektifitas (cost effectiveness analysis) merupakan salah satu teknik untuk melihat efisiensi dan efektifitas penggunaan dana yang dikeluarkan. Maksudnya analisis ini untuk melihat apakah investasi yang sudah dikeluarkan memberikan manfaat yang layak diperhitungkan (Tian Belawati, 1999:10). Jadi analisis efektifitas biaya adalah mengukur kaitan biaya dengan pencapaian tujuan.
Selanjutnya mengenai konsep pengembalian investasi, ada tiga konsep analisis lain yang biasanya dilakukan, yaitu:
  1. Nilai bersih saat ini (net present value); secara prinsip merupakan estimasi nilai saat ini bagi produk yang akan dihasilkan suatu program setelah dikurangi seluruh biaya yang dikeluarkan.
  2. Rasio biaya manfaat (cost benefit ratio); merupakan ratio antara estimasi seluruh biaya per satuan manfaat yang akan dihasilkan.
  3. Tingkat pengembalian investasi internal (internal rate of return); merupakan estimasi ratio keuntungan dibanding dengan biaya penyelenggaraan pendidikan. Selain itu merupakan tingkat bunga yang akan dihasilkan nilai bersih saat ini sama dengan nol. Jadi investasi dianggap menguntungkan apabila nilainya lebih besar dari tingkat bunga yang sekarang berlaku.
Ketiga konsep analisis di atas, semuanya mengharuskan kita melakukan estimasi manfaat dalam nilai uang. Hal ini kadang-kadang sulit dilakukan dalam pengukuran manfaat suatu proses pendidikan. Oleh karena itu konsep analisis biaya efektivitas biasanya dianggap lebih sesuai dalam mengevaluasi efisiensi dan efektivitas program pendidikan, karena dalam  analisis biaya efektivitas manfaat tidak perlu diterjemahkan kedalam nilai uang.
Sedangkan pembelajaran yang efektif adalah yang menghasilkan belajar yang bermanfaat dan bertujuan bagi peserta didik, melalui pemakaian prosedur yang tepat (Miarso, 2004:536). Pengertian ini mengandung dua indikator, yaitu terjadinya belajar pada peserta didik dan apa yang dilakukan guru. Oleh karena itu prosedur pembelajaran yang dipakai oleh guru dan terbukti peserta didik belajar akan dijadikan fokus dalam usaha untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Menurut Wottuba and Wright (1975) dalam Miarso, (2004:536) menyimpulkan ada tujuh indikator yang menunjukkan pembelajaran efektif, yaitu: 1) pengorganisasian pembelajaran dengan baik; 2) komunikasi secara efektif; 3) penguasaan dan antusiasme dalam mata pelajaran; 4) sikap positif terhadap peserta didik; 5) pemberian ujian dan nilai yang adil; 6) keluwesan dalam pendekatan pembelajaran; dan 7) hasil belajar peserta didik yang baik.

  
c.       Meningkatkan produktifitas pendidikan
Dengan mengambil analogi dari bidang industri dapat kita ketahui bahwa penerapan teknologi termasuk teknologi pendidikan memungkinkan produksi lebih banyak, dengan kualitas yang lebih baik dan dengan satuan biaya yang lebih rendah.
Berkaitan dengan peranan teknologi pendidikan ini menurut Miarso (2004:6,109) teknologi pendidikan mempunyai potensi untuk meningkatkan produktifitas pendidikan, dengan jalan: 1) mempercepat tahap belajar (rate of learning), 2) membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik, 3) mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru dapat membina dan mengembangkan kegairahan belajar peserta didik.

d.      Belajar lebih cepat
Agar siswa mampu menghadapi perubahan yang cepat satu-satunya cara adalah “belajar secara cepat”. Dengan kata lain adanya perubahan yang cepat  (accellerated change) itu perlu diimbangi dengan kecepatan di dalam belajar (accellerated learning). Menurut Azis Wahab, (2001:2) kecepatan di dalam belajar dapat dilakukan antara lain dengan memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1)      belajar bagaimana belajar (learning how to learn);
2)      memahami dengan baik teknik belajar sendiri (natural learning style);
3)      memiliki kemampuan/keterampilan dalam memanfaatkan teknologi informasi;
4)      mengkaji informasi dengan cepat, memahaminya dan diingat dengan baik.
Mengkaji dan mengimplementasikan prinsip-prinsip di atas diharapkan  dapat membantu percepatan dalam belajar yang juga sekaligus merupakan tuntutan era informasi yang dipacu lebih cepat melalui revolusi teknologi informasi dan komunikasi. Karena itu prinsip-prinsip di atas juga sekaligus merupakan langkah-langkah penting yang perlu diperhatikan dalam penerapan teknologi pendidikan.

e.       Pembelajaran lebih berkualitas.
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan,  dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar.  Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik (student centred). Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. 
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (pasal 19, PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
Satuan pendidikan dapat mengembangkan empat pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO baik untuk sekarang dan masa depan, yaitu: (1) learning to Know (belajar untuk mengetahui), (2) learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) dalam hal ini kita dituntut untuk terampil dalam melakukan sesuatu, (3) learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama) dan (4) learning to be (belajar untuk menjadi seseorang). Namun, perlu diingat untuk mewujudkan pola pembelajaran ini perlu dukungan ekonomi (anggaran) yang memadai untuk pengadaan sarana dan prasarana, fasilitas pembelajaran, peningkatan profesionalisme guru, sistem evaluasi dan suasana sekolah yang demokratis.



C. Landasan Manajemen dalam Teknologi Pendidikan
    1.  Pengertian Manajemen
                        Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
                        Manajemen adalah ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Pengertian efektif adalah tujuan dapat dicapai dalam waktu yang singkat, sedangkan efisien dapat diartikan pencapaian dengan biaya yang rendah. Jadi efektif mengacu pada lamanya waktu untuk mencapai tujuan dan efisien mengacu pada biaya yang dikeluarkan lebih sedikit. (http://wikipedia.org/wiki/Manajemen)
                        Menurut James A.F. Stoner, manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya (http://organisasi.org/pengertian_definisi_dari_manajemen).  Pengertian ini sejalan dengan pengertian menurut G.R.Terry dalam Sadili Samsudin (2006:12) yang menyatakan manajemen adalah suatu proses yang khas, yang terdiri dari tindakan perencanaan (organizing), pengorganisasian (organizing),  penggerakan (actuating), dan pengendalian (controlling) yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya.
Menurut Mary Parker Follet dalam Sadili Samsudin (2006:12), manajemen adalah suatu seni, karena untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang lain dibutuhkan keterampilan khusus.
            Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki yang terdiri dari tindakan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengendalian (controlling) untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

2.  Peranan Manajemen Dalam Pendidikan
Berdasarkan pada PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 49 bahwa pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah.
      Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management dapat didefinisikan sebagai penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional. (http: //www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg_tertulis)
      Arti manajemen berbasis sekolah adalah pelimpahan wewenang pada lapis sekolah untuk mengambil keputusan mengenai alokasi dan pemanfaatan sumber-sumber berdasarkan aturan akuntabilitas yang berkaitan dengan sumber tersebut (Miarso: 2005; 728).

Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian), yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri.
Ciri khas MBS adalah sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) yang lebih besar dalam mengelola manajemennya sendiri. Kemandirian tersebut di antaranya meliputi penetapan sasaran peningkatan mutu, penyusunan rencana peningkatan mutu, pelaksanaan rencana peningkatan mutu dan melakukan evaluasi peningkatan mutu. Di samping itu, sekolah juga memiliki kemandirian dalam menggali partisipasi kelompok yang berkepentingan dengan sekolah.
Penerapan MBS yang efektif mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS (Kathleen, ERIC_Digests)  :
1.      Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk  mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2.      Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat       dalam pengambilan keputusan penting.
3.      Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun        program pembelajaran.
4.      Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5.      Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika           orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan             sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program     sekolah.
6.      Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan           kepemimpinan baru di semua level.


            Selanjutnya melalui penerapan MBS akan nampak karakteristik  sekolah mandiri, di antaranya sebagai berikut :
1.      Pengelolaan sekolah akan lebih desentaristik
2.      Perubahan sekolah akan lebih didorong oleh motivasi internal  dari pada diatur oleh luar sekolah
3.      Regulasi pendidikan menjadi lebih sederhana
4.      Peranan para pengawas bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi, dari mengarahkan menjadi menfasilitasi dan dari      menghindari resiko menjadi mengelola resiko
5.      Akan mengalami peningkatan manajemen
6.      Dalam bekerja, akan menggunakan team work
7.      Pengelolaan informasi akan lebih mengarah kesemua kelompok kepentingan sekolah
8.      Manajemen sekolah akan lebih menggunakan pemberdayaan  dan struktur organisasi akan lebih datar sehingga akan lebih sederhana dan efisien

Adapun tujuan Manajemen Berbasis Sekolah adalah:
1.      Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber
2.      Meningkatkan efektifitas sekolah melalui perbaikan mutu belajar-pembelajaran
3.      Lebih responsif terhadap kebutuhan dan kondisi pelanggan
4.      Menambah kesempatan bagi siapa saja untuk mengikuti        pendidikan
5.      Memberikan kesempatan kepada masyarakat, termasuk keluarga untuk berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (Miarso: 2000; 728)
Dalam mengembangkan manajemen berbasis sekolah, digunakan pendekatan sistem, yang memberikan gambaran menyeluruh terhadap semua komponen, serta lingkungan yang mempengaruhi sistem sekolah yang bersangkutan (Miarso: 2000; 730) Pendekatan sistem ini dapat digambarkan sebagai berikut:
                           
MANAJEMEN
 

                                                                           





Manajemen Peserta Didik:
Peserta didik merupakan konsumen utama setiap program pendidikan. Setiap siswa berhak untuk memperoleh perlakuan yang adil sesuai dengan karakteristik masing-masing. Mereka yang memiliki keunggulan tertentu diberikan kesempatan untuk berkembang tanpa mendapat hambatan, misalnya dengan memberikan program pengayaan. Sedangkan untuk siswa yang mengalami hambatan, misalnya lambat dalam belajar, perlu mendapat bimbingan atau program remedial, sehingga mampu mencapai standar minimum  yang diharapkan. Para siswa dipersiapkan sehingga mampu menguasai pengetahuan, mampu mengenal jati diri, mampu berkarya, dan mampu untuk hidup bersama dalam keselarasan dengan lingkungan .



Manajemen Kurikulum
Indikator keberhasilan pendidikan tidak hanya didasarkan pada kelulusan dan nilai Ujian Nasional yang tinggi, tetapi yang lebih penting adalah terbentuknya sikap positif terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan terhadap lingkungan serta penguasaan atas piranti (tools) atau metode untuk belajar lebih lanjut/sepanjang hayat. Kurikulum muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi obyektif lingkungan, perlu dikembangkan dan mendapat perhatian yang besar.

Manajemen Tenaga
Pengembangan kapabilitas dan kompetensi tenaga merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam setiap usaha pembaruan. Tenaga yang perlu dikembangkan meliputi guru dan tenaga kependidikan lain, baik yang bertugas di dalam sekolah dan berinteraksi langsung dengan siswa seperti guru, pustakawan, dan konselor, maupun yang bertugas di luar sekolah dan tidak berinteraksi langsung dengan siswa seperti pengawas, kepala sekolah, orang tua siswa, pengurus yayasan, dan pengelola program pendidikan di daerah dan di pusat. Para pengelola ini berperan dalam memfasilitasikan dan membina pengembangan persekolahan secara keseluruhan.

Manajemen Sarana
Sarana yang dikembangkan meliputi ruang kelas dengan perabotnya, laboratorium dengan kelengkapannnya, perpustakaan dengan koleksi buku serta bahan belajar lain, ruang keterampilan dengan peralatannya, ruang perkantoran, ruang serba guna, dan sarana penunjang lain, seperti mushala, kamar kecil dan lain-lain. Di samping itu, perlu juga dikembangkan sarana berupa ”laboratorium alam” misalnya sawah atau kebun percobaan, kolam atau perairan untuk budi daya ikan, peternakan, unit jasa untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan sebagainya. Semua sarana harus dapat didayagunakan secara optimal, dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi program pembelajaran. Sarana tersebut juga harus diusahakan sebagai tempat yang menyenangkan dan menarik untuk belajar.

Manajemen Uang
Pimpinan harus mampu mengusahakan dan menggali dana dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Sumber dana dapat berasal dari orang tua, alumni, lembaga sosial, pemerintah daerah, dunia usaha dan industri dan masyarakat pada umumnya. Dana ini harus dikelola secara efisien dan transparan. Cara membiayai kegiatan pengembangan pendidikan dapat dilakukan melalui kerja sama kemitraan dengan dunia usaha atau lembaga bisnis, pemberian jasa layanan, produksi barang untuk knsumsi pasar, dan pemberdayaan sarana yang ada.

Manajemen Proses Belajar-Pembelajaran
Proses belajar pembelajaran harus berfokus kepada para siswa, yaitu agar dikembangkan potensi setiap siswa secara optimal sesuai dengan kondisi objektif dan karakteristik siswa. Proses ini harus memungkinkan terjadinya perubahan yang positif secara menyeluruh, meliputi aspek nilai dan sikap, aspek intelegensi, dan aspek motorik. Perubahan ini antara lain perlu dilakukan dengan pendekatan belajar aktif, belajar kolaboratif dan belajar tuntas.

Manajemen Hasil
Hasil pendidikan adalah wujud kinerja sekolah. Kinerja sekolah merupakan prestasi yang dicapai dari semua proses dan perilaku dalam sekolah itu sendiri. Berbagai ukuran atau penilaian dapat dilakukan atas kinerja sekolah, meliputi mutu lulusan yang dihasilkan, produktifitas prosesnya, efektivitas dan efisiensi programnya, temuan atau pembaruan yang dikembangkan, semangat kerja dan perubahan yang terjadi pada dirinya.

Manajemen Konteks/Lingkungan
Lingkungan sekolah meliputi lingkungan fisik, lingkungan nirfisik, lingkungan masyarakat, dan lingkungan organisasi atau kelembagaan. Lingkungan fisik seperti lokasi dan kondisi geografis perlu dikenal dengan baik dan dimanfaatkan sebagai masukan untuk menyusun program pendidikan dan untuk mendukung proses penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum muatan lokal atau kurikulum pengayaan (ekstrakurikuler) perlu dikembangkan dengan memperhatikan lingkungan fisik. Lingkungan nirfisik adalah lingkungan yang ada tetapi tidak tampak, misalnya waktu dan jaringan maya. Lingkungan masyarakat yang terdiri dari orang-orang atau anggota masyarakat, organisasi masyarakat, lembaga keagamaan, kebudayaan dan adat istiadat merupakan lingkungan yang memberikan pengaruh dan sekaligus berpotensi untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan. Lingkungan masyarakat perlu diinventarisasikan, dikaji dan dimanfaatkan seoptimal mungkin. Sekolah sebagai suatu bagian integral dari sistem pendidikan, perlu membina lingkungan organisasi/lembaga dengan menjalin kerja sama dengan orginasi/lembaga terkait baik secara horizontal, vertikal, maupun lateral. Lembaga horizontal meliputi sesama sekolah, seperti SMU, SMK dan MA.  Vertikal meliputi lembaga pendidikan jenjang dasar, menengah dan tinggi, instansi pemerintah dalam satu departemen maupun dalam departemen lain termasuk Pemerintah Daerah. Lembaga lateral termasuk pesantren, kursus-kursus, PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), dan berbagai pendidikan jalur nonformal lain.

Manajemen Dampak
Yang dimaksud dengan dampak adalah hasil pendidikan jangka panjang, baik bagi individu yang bersangkutan maupun bagi masyarakat secara luas. Manajemen dampak memang bukan semata-mata tanggung jawab sekolah, namun sekolah mempunyai peran penting, karena menghasilkan lulusan yang mampu mengembangkan dirinya dan berkarya. Indikator manajemen dampak adalah keberhasilan dalam menempuh pendidikan lanjut, keberhasilan dalam memperoleh penghasilan, keberhasilan dalam karier, keberhasilan dalam berwirausaha, dan keberhasilannya sebagai tokoh dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam usaha mengetahui dampak pendidikan sangat penting peranan alumni. Oleh karena itu pimpinan sekolah diharapkan dapat mendukung prakarsa untuk membentuk atau meningkatkan organisasi alumni.

Manajemen Sistem
Manajemen sistem meliputi semua komponen secara keseluruhan. Pembaruan pendidikan banyak tergantung kepada kemampuan manajerial dan kepemimpinan Kepala Sekolah. Yang termasuk dalam manajemen sistem adalah manajemen data dan informasi mengenai keadaan dan perkembangan sekolah sebagai suatu sistem dalam sistem pendidikan nasional. Data dan informasi ini perlu dikumpulkan, ditata, diolah dan dimanfaatkan untuk kepentingan perencanaan dan pengembangan sekolah lebih lanjut.

3.  Peranan Manajemen Dalam Teknologi Pendidikan
Seperti telah disebutkan di depan,  teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta penilaian proses, sistem dan sumber untuk belajar (Seels & Richey 2000:54).  Definisi ini beranggapan bahwa penerapan dalam bidang teknologi pembelajaran ditandai dengan upaya tercapainya sasaran secara berdayaguna (efficient) tanpa biaya yang mahal (economical). Definisi ini sejalan dengan pengertian manajemen menurut wikipedia.
Seperti halnya manajemen secara umum, manajemen pendidikan juga meliputi empat hal pokok, yaitu perencanaan, pengorganisasian, penerapan atau pelaksanaan, dan pengendalian atau pengawasan pendidikan
Sejalan dengan pendapat di atas, Seels & Richey (2000:54) menyatakan manajemen merupakan suatu proses untuk mengendalikan atau mengontrol praktek teknologi pendidikan melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi.
      Sumber daya manusia yang mengelola pendidikan harus memilki kemampuan yang handal untuk mengembangkan dan/atau menerapkan teknologi pendidikan agar penyelenggaraan pendidikan menjadi lebih berkualitas, efektif, efisien dan relevan dengan kebutuhan pembangunan.
Memanfaatkan berbagai kemudahan dari teknologi pendidikan hanya mungkin terjadi jika dikelola dengan baik. Telah dipahami bahwa pengelolaan merupakan suatu permasalahan manajemen, dan oleh sebab itu memanfaatkan ilmu manejemen merupakan sebuah keharusan dalam penerapan teknologi pendidikan untuk memecahkan masalah belajar dan pembelajaran dalam berbagai situasi pendidikan.

D.   Kesimpulan
1.      Setiap teknologi dibangun atas dasar suatu teori tertentu, teknologi pembelajaran dibangun atas dasar beberapa prinsip-prinsip ilmu dan salah satunya ditarik dari teori ekonomi terutama manajemen dan hasil-hasil penelitian dalam kegiatan ekonomi dan manajemen.
2.      Teori ekonomi dibedakan menjadi dua yaitu: a) teori ekonomi makro yang membahas perilaku negara, masyarakat atau kelompok masyarakat dengan variabelnya pendapatan nasional, kesempatan kerja, pengangguran, inflasi, anggaran pemerintah, kebijakan moneter dan sebagainya; b) teori ekonomi mikro membahas perilaku agen ekonomi yang kecil yaitu konsumen individual atau sebuah perusahaan, sekolah atau satuan pendidikan dan keluarga.
3.      Perkembangan ekonomi makro berpengaruh pula dalam bidang pendidikan, seperti banyak orang kaya yang menjadi orang tua asuh, terlaksananya sistem link and match, munculnya sejumlah sekolah unggulan, dan lain-lain. Dengan demikian ekonomi mempunyai peran yang besar bagi kehidupan seseorang, masyarakat dan negara bahkan dunia.
4.      Ekonomi pendidikan memusatkan perhatiannya pada investasi sumber daya manusia, dengan subyek pengamatan atau kajiannya pada analisis atas nilai ekonomis pendidikan dan analisis atas aspek ekonomis institusi pendidikan.
5.      Pendidikan sebagai suatu proses untuk menciptakan suatu hasil, tidak mungkin terbebas dari pertimbangan atau nilai ekonomi. Sebalinya pendidikan juga memberi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi, dalam menyediakan sumber daya manusia yang berpengetahuan, berketerampilan, dan menguasai teknologi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
6.      Ekonomi pendidikan sama fungsinya dengan sumber-sumber pendidikan yang lain, seperti guru, kurikulum, peralatan, media pembelajaran, dan sebagainya yang semuanya bermuara pada pengembangan potensi peserta didik.
7.      Teori ekonomi juga dapat digunakan dalam bidang-bidang selain bidang moneter, seperti misalnya penelitian perilaku kriminal,  politik, kesehatan, keluarga, pendidikan termasuk teknologi pendidikan dan lain sebagainya.
8.      Masalah pokok ilmu ekonomi adalah kebutuhan manusia yang bersifat tak terbatas dan sumber-sumber ekonomi yang jumlahnya terbatas, akibatnya dihadapkan pada masalah pilihan yang terbaik. Alternatif yang terbaik menurut prinsip-prinsip atau hukum-hukum ekonomi harus memenuhi syarat efektivitas dalam mencapai sasarannya dan memenuhi syarat efisiensi dalam menggunakan sumber-sumber yang sedikit atau sekecil mungkin.
9.      Dalam memecahkan masalah-masalah belajar pada manusia perlu berlandaskan teori ekonomi untuk memilih alternatif terbaik yang memenuhi syarat paling efektif dan paling efisien, dengan menerapkan teknologi pendidikan.
10.  Mengingat jumlah sasaran yang harus dilayani cukup besar, kesempatanya sangat terbatas, dan sumber belajar tradisional makin terbatas pula, maka perlu dikembangkan alternatif layanan pendidikan yang paling efektif dan efisien, dan hal tersebut dapat  tercapai dengan menerapkan teknologi pendidikan.
11.  Teknologi pembelajaran berupaya untuk merancang, mengembangkan dan memanfaatkan aneka sumber belajar sehingga dapat memudahkan atau memfasilitasi seseorang untuk belajar.
12.  Kontribusi ilmu ekonomi dalam teknologi pendidikan yaitu menekankan pada proses untuk memperoleh nilai tambah, yaitu belajar akan lebih berkualitas, lebih produktif, lebih efisien, lebih efektif, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat, dan sebagainya.
13.  Implikasi manajemen dalam teknologi pendidikan adalah untuk mengendalikan atau mengontrol praktek teknologi pendidikan melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi.

 Daftar Pustaka

Belawati, Tian, (1999), “Pengukuran Biaya dan Efektifitas Program Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh”, (Jakarta: Pustekkom & SEAMOLEC).

Depdiknas, (2003), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta, Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas).

Gibson, Rowan, (1997) Rethinking The Future, London: Nicholas Brealy Publishing.

Miarso, Yusufhadi, (2004), “Menyemai Benih Teknologi Pendidikan”, (Jakarta: Penerbit Prenada Media).
Pidarta, Made, (2000), “Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia”, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta)

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Soedijarto, (2000), “Pendidikan Nasional, Sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara-Bangsa (Sebuah Usaha Memahami Makna UUD 1945”, (Jakarta: Penerbit CINAPS)

Wahab, Azis, (2001), “Membangun Kemampuan Manajemen Pendidikan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Otonomi Daerah dan Otonomi Pendidikan”, (Makalah, UPI Bandung)


(http: //www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg_tertulis)




















LANDASAN TEORI EKONOMI
DAN MANAJEMEN


MAKALAH TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH
LANDASAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Dosen : Prof. Yusufhadi Miarso, M.Sc












        



        Oleh :
Arcadius Benawa
Aykah
Bambang Warsita
Iman Nurjaman




PROGRAM STUDI S2 TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2007


 

 
 







































Tes Penguasaan
Landasan Teori Ekonomi dan Manajemen

Tanggal :..............                                             Nama :                                                                                   
Tuliskan jawaban secara singkat dan jelas !
1.       Sebagai teknolog pendidikan, bagaimana anda memanfaatkan teori ekonomi dan manajemen sebagai landasan teknologi pendidikan ?
________________________________________________________
________________________________________________________
________________________________________________________
________________________________________________________
________________________________________________________
________________________________________________________


2.       Prinsip-prinsip ilmu ekonomi dan manajemen yang bagaimanakah yang dapat diterapkan dalam teknologi pendidikan sehingga menghasilkan pembelajaran yang berkualitas
________________________________________________________
________________________________________________________
________________________________________________________
________________________________________________________
________________________________________________________
________________________________________________________
________________________________________________________
________________________________________________________
________________________________________________________






 
   

                                                                                                                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar