Selasa, 29 Januari 2013

Taksonomi Bloom


Taksonomi adalah sistem klasifikasi.
Taksonomi Bloom artinya taksonomi yang dikembangkan ole Benjamin Bloom dan rekannya; terdiri dari sasaran pendidikan dalam 3 (tiga) domain, kognitif, afektif dan psikomotor (1956)
1.       Domain Kognitif
Taksonomi kognitif Bloom mengandung enam sasaran (Bloom, dkk, 1956)
·         Pengetahuan. Murid mempunyai kemampuan mengingat informasi, misalnya sasarannya adalah mendaftar atau mendeskripsikan empat keuntungan utama dari penggunanaan komputer untuk pengalohan kata
·         Pemahaman. Murid dapat memahami informasi dan menerangkannya dengan menggunakan kalimat mereka sendiri. Misal sasarannya adalah menjelaskan atau mendiskusikan bagaimana komputer dapat dipakai secara efektif untuk pengolahan kata
·         Aplikasi. Murid menggunakan pengetahuan yang dimiliknya untuk memecahkan masalah kehidupan nyata. Misal sasarannya adalah mengaplikasikan apa yang telah di pelajari tentang penggunaan komputer pengolah kata untuk dimanfaatkan dalam berbagai pekerjaan
·         Analisis. Murid memecah informasi yang kompleks menjadi bagian yang kecil-kecil dan dan mengaitkan informasi yang satu dengan informasi yang lain. Misal sasarannya adalah membandingkan satu tipe program pengolah kata dengan program lain untuk mengerjakan tugas membuat paper.
·         Sintesis. Murid mengombinasikan elemen-elemen dan menciptakan informasi baru. Misal, sasarannya adalah menata semua hal yang telah dipelajari tentang penggunaan komputer untuk penulisan
·         Evaluasi. Murid membuat penilaian dan keputusan yantung baik. Misal sasarannya adalah mengkritik program pengolah kata untuk menilai kekuatan dan kelemahan masing-masing program
Ketika Bloom pertama kali menyajikan taksonomi ini, dia mendeskripsikan enam sasaran kognitif yang diurutkan secara hierarkis dari level rendah (pengetahuan dan pemahaman) ke level tinggi (aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi) dengan sasaran level tinggi dibangun di atas sasaran level rendah. Akan tetapi, para pendidik sering kali mengabaikan level ini dan hanya menggunakannya sebagai cara komprehensif untuk mengkaji tujuan kognitif yang berbeda. Sasaran kognitif Bloom dapat dipakai saat penilaian perencanaan. Soal benar/salah, pilhan ganda dan jawaban singkat seringkali dipakai untuk menilai pengetahuan dan pemahaman. Pertanyaan esai, diskusi kelas, proyekdan portofolio adalah cara yang baik untuk menilai aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2.       Domain Afektif
Taksonomi afektif terdiri dari lima sasaran yang berhubungan dengan respon emosinal  terhadap tugas (Kratwohl, Bloom & Masia, 1964). Masing-masing dari lima sasaran itu mensyaratkan agar murid menunjukkan tingkat komitmen dan intensitas emosional tertentu.
·         Penerimaan. Murid mengetahui atau memerhatikan sesuatu di lingkungan. Misalnya, tamu datang ke kelas untuk bicara dengan murid mengenai membaca. Sasarannya adalah murid mendengarkan tamu itu secara seksama.
·         Respon. Murid termotivasi untuk belajar dan menunjukkan perilak baru sebagai hasil dari pengalamannya. Sasarannya adalah murid termotivasi untuk menjadi pembaca yang lebih baik setelah mendengarkan presentasi dari si tamu
·         Menghargai. Murid terlibat atau berkomitmen pada beberapa pengalaman. Sasarannya adalah murid menghargai kemampuan membaca sebagai salah satu kemampuan yang penting
·         Perngorganisasian. Murid mengintegrasikan nilai baru ke perangkat nilali yang sudah ada dan memberi prioritas yang tepat. Sasarannya adalah meminta murid untuk berpartisipasi dalam klub buku
·         Menghargai karakterisasi. Murid bertindak sesuai dengan nilai tersebut dan berkomitmen kepada nilai tersebut. sasaranya adalah murid semakin menghargai manfaat membaca selam satu tahun ajaran   
3.       Domain Psikomotor
Kebanyakan dari kita menghubungkan aktivitas motor dengan pendidikan fisik dan atletik, tetapi banyak subjek lain, seperti menulis dengan tangan dan pengolahan kata, juga membutuhkan gerakan. Dalam sains, murid harus menggunakan peralatan yang kompleks; seni visual dan pahat membutuhkan koordinasi mata dan tangan. Sasaran psikomotor menurut Bloom adalah
·         Gerak Refleks. Murid merespon suatu stimulus secara refleks tanpa perlu banyak berpikir. Misalnya, murid berkedip ketika ada benda yang tiba-tiba melintas di depan matanya
·         Gerak fundamental dasar. Murid melakukan gerakan dasar untuk tujuan tertentu seperti memegang mikrofon dan menyalakannya.
·         Kemampuan perseptual. Murid menggunakan indera, seperti penglihatan, pendengaran, atau sentuhan untuk melakukan sesuatu. Misalnya, murid melihat bagaimana memegang alat dalam sains, seperti mikroskop, dan mendengarkan instruksi untuk menggunakannya
·         Kemampuan fisik. Murid mengembangkan daya tahan, kekuatan, fleksibilitas, dan kegesitan. Misalnya murid menunjukkan kemampuan lari jarak jauh atau menendang bola
·         Gerakan terlatih. Murid melakukan keterampilan fisik yang kompleks dengan lancar. Misalnya murid bisa melukis dengan baik
·         Perilaku nondiskusif. Murid mengkomunikasikan perasaan dan emosinya melalui gerak tubuh. Misalnya murid melakukan pantomim atau tarian untuk mengkomunikasikan musik.

Taksonomi Bloom untuk domain kognitif, afektif dan psikomotor dapat digunakan oleh guru untuk merancang instruksi. Di masa lalu, perencanaan instruksional umumnya di fokuskan pada sasaran kognitif dan behavioral. Taksonomi Bloom memberikan pertimbangan yang lebih luas dengan memasukkan domain afektif, dan psikomotor.
 Bagan dibawah menampilkan domain Bloom dan daftar  kata kerja terkait yang dapat digunakan untuk menciptakan sasaran selama perancanaan instruksional
Domain Kognitif
Kategori
Kata Kerja Terkait
Pengetahuan

Pemahaman



Aplikasi



Analisis

Sintesis


Evaluasi
Mendaftar, membaca, mengindetifikasi, mendefinisikan, menunjukkan, menamai, mengutip, menggarisbawahi
Menerjemahkan, mengubah, meringkas, menyusun kalimat, mengilustrasikan, menginterpretasikan, memperkirakan, menginterpolasikan, mengekstrapolasikan, mengklasifikasi, mengkategorisasi, mereorganisasi, menjelaskan, memprediksi
Mengaplikasikan, menggeneralisasikan, menghubungkan, menggunakan, memanfaatkan, mentransfer, membuat grafik, mencontohkan, mengilustrasikan, mentabulasikan, mengkalkulasikan, menghitung, menurunkan, menambahkan
Menganalisis, membandingkan, membedakan, mendeteksi, mengedit, mendiskriminasi
Memproduksi, menyusun, memodifikasi, menemukan, mengusulkan, merencanakan, mendesain, mengombinasikan, mengorganisasikan, mensintesiskan, mengembangkan, merumuskan
Menilai, membuat argumen, memvalidasi, memprediksi, menilai, memutuskan, meninjau, menyimpulkan, mengevaluasi, menjelaskan, mengkritik
Domain Afektif
Kategori
Kata Kerja Terkait
Penerimaan

Respons

Penilaian

Pengaturan

Karakterisasi Nilai
Menerima, membedakan, mendengarkan, memisahkan, memilih, membagi, menyetujui
Menyetujui, memuji, mendukung, mengikuti, mendiskusikan, membantu, latihan, latihan, meluangkan waktu, menyusun kalimat
Berargumen, berdebat, menolak, mendukung, memprotes, berpartisipasi, menyokong, memuji
Mendiskusikan, membandingkan, menyeimbangkan, mendefinisikan, mengabtraksi, merumuskan, membuat teori, menata
Mengubah, menghindari, melengkapi, mengelola, memecahkan, merevisi, menentang, meminta
Domain Psikomotor
Kategori
Kata Kerja Terkait
Gerak refleks
Fundamental dasar
Kemampuan persepsi
Kemampuan fisik

Gerak terlatih

Perilaku nondiskusif
Berkedip, menggeliat, santai, menyentak, merenggangkan
Berjalan, lari, melompat, menarik, memanipulasi, menangkap, merenggut, berdiri
Mengikuti, menjaga, memelihara, mengidentifikasi, membaca, menulis, mendaftar, menyeimbangkan, melacak, mencetak, melafalkan
 Berjingkat, melonjak, melompat, berlari, menyentuh, mengangkat, mendorong, menarik, menepuk, menjejak, melayang, memukul, melempar, melontar, mengguncang
Menggambar, menari, bermain ski, bermain skate, melukis, membangun, voli, balap, bersiul, gerak jalan, jungkir balik, memalu, menatah, mensketsa
Pantomim, mimik, mengatur, menampilkan, berkomunikasi, memberi isyarat, menggunakan gerak tubuh
 

Belakangan ini, sekelompok psikologi pendidikan memperbarui pengetahuan Bloom dan dimensi proses kognitifnya berdasarkan teori dan temuan terbaru (anderson & Krathwohl, 2001). Dalam Upgrade ini, dimensi pengetahuan mengandung empat kategori, yang berada dalam kontinum mulai dari konkret (faktual) sampai abstrak (metakognisi).
·         Faktual. Elemen dasar yang harus diketahui murid agar bisa menguasai disiplin ilmu dan memecahkan problem didalamnya (kosakata teknis, sumber informasi)
·         Konseptual. Kesalinghubungan antar elemen dasar di dalam struktur yang lebih besar yang membuatnya bisa berfungsi  bersama (periode waktu geologis, bentuk kepemilikan bisnis)
·         Prosedural. Bagaimana melakukan sesuatu, metode penelitian, dan kriteria untuk menggunakan suatu keahlian (keahlian yang dipakai dalam melukis dengan cat warna, teknik wawancara)
·         Meta kognitif. Pengetahuan kognisi dan kesadaran akan kognitif seseorang (pengetahuan tentang penjelasan dan strategi untuk mengingat)

Dalam update dimensi proses kognitif, enam kategori berada dalam kontinum dari kurang kompleks (mengingat) sampai lebih kompleks (mencipta):
·         Mengingat. Mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang (mengetahui tanggal-tanggal dalam sejarah)
·         Memahami. Mengkonstruksi makna dari isntruksi yang mencakup menginterpretasi, mencontohkan, mengklasifikasi, meringkas, mengambil kesimpulan, membandingkan dan menjelaskan (menjelaskan sebab-sebab revolusi Perancis abad 18)
·         Mengaplikasikan. Menggunakan suatu prosedur dalam situasi tertentu (menggunakan hukum fisika dalam situasi yang tepat)
·         Menganalisis. Memecah materi menjadi bagian-bagian komponen dan menentukan  bagaimana bagian-bagian itu saling berhubungan satu sama lain dan bagaimana mereka berhubungan dengan keseluruhan atau dengan tujuan (membedakan antara angka yang relevan dan tidak relevan dalam problem matematika)
·         Mengevaluasi. Membuat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu (mendeteksi inkosistensi atau kesalahan dalam suatu produk)
·         Mencipta. Menyatukan elemen-elemen untuk membentuk suatu kesatuan yang koheren atau fungsional; mereorganisasi elemen-elemen ke dalam pola atau struktur baru (mencipta hipotesis untuk menjelaskan sebuah fenomena yang tampak)

Jumat, 18 Januari 2013

“Nanti Bagaimana?” atau, “Bagaimana Nanti?”


Dua pernyataan ini sering menjadi perdebatan diantara kita, antara orang yang memilih “nanti bagaimana” atau “bagaimana nanti”. Untuk orang yang memilih “nanti bagaimana” menjelaskan bahwa pilihannya adalah paling benar. Bagaimana seseorang bisa menjalani hidup tanpa perencanaan yang jelas dan memikirkan segala sesuatunya dengan baik.
Untuk orang yang memilih “bagaimana nanti”, pilihannya sudah sangat benar karena semua kehidupan ini sudah di tuliskan di Lauh Mahfuz sebelum manusia dilahirkan dan tidak ada yang bergerak di alam semesta ini tanpa seijin Allah. Artinya manusia tidak perlu memikirkan “nanti bagaimana” karena semua sudah diatur dan ditentukan oleh Allah SWT. Sepengetahuan dan sejauh saya kenal, orang-orang yang memilih sikap “bagaimana nanti” memiliki sikap spritual dan tingkat ibadah dan pengalaman hidup yang banyak sehingga mereka lebih memilih “bagaimana nanti” karena mereka lebih senang Allah yang memberikan jalan kepada kita karena sesuatu yang di berikan oleh Allah akan lebih baik dibandingkan dengan yang kita lakukan.
Dua pernyataan ini menarik karena secara sadar atau tidak, kita terdoktrin oleh salah satu pernyataan ini dalam kehidupan kita. Pernyataan “nanti bagaimana” banyak saya temui pada orang-orang yang memiliki pandangan hidup lebih realistis dan menggunakan logika dan akal yang lebih banyak dalam pengambilan keputusan dalam kehidupan ini. Semua hal sudah direncanakan dengan sangat baik. Umumnya mereka tidak mungkin menjalankan sesuatu tanpa merencanakan terlebih dahulu. Dan memang banyak orang sikap hidup seperti ini memiliki kesuksesan dalam kehidupan, dibuktikan dengan pendidikan yang baik, pekerjaan yang baik, serta status sosial yang baik. Banyak contoh yang bisa kita temui orang-orang yang memilih sikap hidup seperti ini.  
Berbeda cerita dengan orang-orang yang memilih sikap “bagaimana nanti”. Orang-orang seperti ini sebenarnya, menurut saya, lebih memiliki kehidupan yang lebih nyaman dan tenang, karena mereka tidak pernah memberatkan diri mereka dengan harus berpikir “nanti bagaimana”, 10 tahun atau 20 tahun kedepan, mereka mengikuti alur kehidupan yang sudah dituliskan oleh Allah. Tetapi jangan salah, orang-orang seperti ini umumnya, orang-orang yang saya kenal, memiliki tingkat spritual dan ketauhidan yang sangat tinggi sehingga mereka sangat tahu dan sangat sadar dengan pilihan  “bagaimana nanti”. Mereka bukan sekedar orang-orang yang tidak bekerja (mengganggur) dan memiliki pemahaman ilmu agama yang rendah tetapi mereka memiliki pemahaman yang sangat baik terhadap agama sehingga lebih memiliki sikap hidup seperti ini. Salah satu pengalaman saya berinteraksi dengan teman yang memiliki sikap hidup seperti ini, menurut saya luar biasa, teman saya saat ini berumur 45 tahun, kalau dilihat dari pencapain harta, saya pikir sama dengan orang-orang yang bekerja setiap hari. Teman saya memiliki 2 orang anak, rumah di perumahan, mobil BMW, 2 motor. Dari awal memang teman saya tidak bekerja. Hanya sebatas mengisi ceramah dan pengajian di pesantren atau di majelis-majelis.
Ada lagi orang tua yang saya kenal ketika memutuskan untuk pensiun dini dari perusahaan pemerintah karena ingin lepas dari hal-hal yang tidak baik seperti korupsi dll, ketika itu anak-anaknya masih SD. Uang pesangon dari tempat bekerjanya di gunakan untuk usaha tetapi usahanya gagal, hingga akhirnya ia sadar dan memilih untuk ikhlas terhadap semua yang terjadi. Yang terjadi sampai saat ini adalah anak-anak kuliah dan kehidupan berjalan normal seperti orang lain yang tetap bekerja. Keyakinan bahwa Allah akan selalu membantu hamba Nya yang berbaik sangka (Husnuzon) dan Allah akan selalu menjaga orang-orang yang selalu berusaha dekat dengan Nya, merupakan sikap yang umumnya dimiliki oleh orang-orang seperti ini.
                 Allah memerintahkan manusia untuk berusaha mencari rizki di muka bumi ini dan Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum apabila kaum itu tidak berusaha untuk mengubah nasibnya sendiri. Kalau diperhatikan sikap orang yang kedua,”bagaimana nanti” terkesan tidak berusaha dibandingkan orang yang memilih sikap “nanti bagaimana”. Orang-orang yang memilih kedua sikap ini saya yakin tetap berusaha, walaupun dalam definisinya, masing-masing mendefinisikan sendiri apa yang dimaksud dengan “usaha”.Usaha dalam definisinya kedua sikap ini akan berbeda terminologinya, ada satu cerita yang mungkin bisa mengilustrasikan arti usaha dari kedua sikap ini.

Ada 2 orang pendaki gunung yang kehabisan makanan ketika mereka mendaki gunung. Ketika mereka kehabisan makanan, mereka berhenti dan berdiskusi.
 ”Saya akan mencari buah-buahan di hutan. Kamu mau ikut tidak ?” tanya pendaki 1 ke pendaki 2
“Saya mau disini saja, sholat, zikir dan berdoa ke Allah”, jawab pendaki 2
Dengan sedikit emosi pendaki 1 berkata ke pendaki 2,” mana  mungkin kamu dapat makanan hanya dengan sholat, zikir dan berdoa. Kamu harus berusaha mencarinya!!”
“silakan saja kamu kalau mau mencari, saya akan melakukan sholat, zikir dan berdoa,” jawab pendaki 2
Akhirnya pendaki 1 pergi meninggalkan pendaki 2 dan mencari buah-buahan di hutan. Selang beberapa waktu kemudian, datanglah pendaki 1 dengan membawa buah-buahan. Dia melihat pendaki 2 tetap sedang berzikir. Tanpa basa-basi, pendaki 1 memakan buah-buahan yang didapatnya. Berhubung buah-buahan yang dibawanya cukup banyak, maka pendaki 1 tidak dapat menghabiskan seluruh buah-buahan tersebut. Melihat masih ada sisa buah-buahan dan melihat temannya juga belum makan sedikitpun, pendaki 1 menawarkan pendaki 2 untuk makan buah-buahan yang dibawanya.
“kamu kan belum makan, ini masih ada sisa buah-buahan, makanlah.” Pendaki 1 berkata kepada pendaki 2.
“apa kamu sudah kenyang ?” tanya pendaki 2
“sudah.” Jawab pendaki 1
“kalau begitu terima kasih, saya terima pemberianmu,” berkata pendaki 2

Akhirnya, keduanya tetap  mendapatkan rizkinya walaupun dengan cara dan usaha yang berbeda. Allah selalu memberikan rizki kepada hamba Nya dengan cara yang tidak pernah kita tahu.
Mana yang lebih kita pilih, Kita yang mencari jalan atau Allah yang memberi jalan kepada kita.
Ini hanya sebuah renungan dari sebuah sikap hidup. Semua orang bebas memahaminya dengan sudut pandang nya masing-masing.

Selasa, 15 Januari 2013

Jangan Jadi Gelas, Jadilah Danau

Seorang pemuda yang memiliki masalah datang kepada seorang tua bijak untuk meminta bantuan menyelesaikan permasalahannya.
" Ada apa anak muda?", tanya orang bijak tersebut pada pemuda tersebut.
"Saya memiliki permasalahan yang sangat berat," jawab pemuda itu.
Orang bijak itu pun bertanya kembali, "seberat apa sampai kamu terlihat sangat tertekan ?"..
Anak muda itu pun menjawab,"berat sekali.. Oleh karena itu, saya ingin minta minta bantuan kakek untuk membantu menyelesaikan permasalahan saya."
Orang bijak itu terdiam dan berkata, " Kembalilah besok dan jangan lupa membawa garam dan gelas"
Dengan sedikit bingung anak muda itu bertanya,"untuk apa ?,"
Orang bijak itu hanya menjawab,"sudah, kamu bawa saja apa yang saya minta,"
Akhirnya anak muda itu pun pulang dengan wajah bingung dan berpikir apa maksud membawa gelas dan garam. 

Keesokan harinya anak muda itu pun datang dengan membawa gelas dan garam sesuai dengan apa yang diminta oleh orang tua tersebut.
Setelah sampai, orang tua itu mengajak anak muda tersebut mendatangi danau yang tidak jauh dari tempat tinggal orang tua bijak tersebut.
Orang bijak meminta anak muda mengambil air di danau dan memasukkan garam kedalam gelas. "aduk dan minumlah", kata orang bijak  Dengan sedikit bingung anak muda itu meminum air yang berada dalam gelas itu.
"apa yang kamu rasakan?" tanya sang orang bijak.
"asin sekali?" jawab sang pemuda
"Sekarang kamu masukkan garam kedalam danau dan ambillah airnya dan kamu minum", perintah sang orang bijak,
Anak muda itu pun melakukan perintah sang orang bijak.
"apa yang kamu rasakan?" tanya sang orang bijak.
"airnya tawar, tidak berasa asin," jawab sang pemuda
"kamu tau kenapa seperti itu ?" tanya sang orang bijak
Pemuda itu pun menjawab," air di gelas sangat sedikit, oleh karena memasukkan garam sedikit saja, rasa asinnya sangat terasa sedangkan air di danau sangat banyak, kalaupun saya masukkan garam segelas pun belum tentu asin."
Orang tua itu berkata," sama halnya dengan diri kita.. anggaplah garam itu masalah dan diri kita adalah gelas. Ketika kita tidak lapang dada dalam menghadapi hidup, masalah sedikit saja dapat membuat diri kita larut seperti dalam masalah yang besar. Tapi kalau selalu lapang dada dan meyakini bahwa Allah selalu memberi masalah sesuai dengan kemampuan kita, maka masalah seberat apapun akan dapat kita hadapi dengan tenang, karena bukan kita yang diberi "rasa" oleh masalah tetapi kitalah yang membuat "rasa" dalam hidup kita. Bukan banyak sedikitnya masalah yang harus kita pikirkan, karena selama kita hidup, masalah akan selalu datang silih berganti. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa melapangkan diri kita untuk menerima dan menghadapi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam kehidupan kita".  

Berat ringannya masalah setiap orang tidak bisa disamakan. Semua tergantung dari lapang tidaknya diri kita dalam menyikapi permasalahan yang ada dalam hidup kita.












Suka Duka Tergantung Waktu

Sesuatu itu menjadi relatif ketika sudah berbeda waktu dan melihat dari perspektif yang berbeda.
Sesuatu yang dulu mungkin menjadi hal yang sangat menyakitkan, bisa dilihat menjadi hal yang sangat baik dan kita syukuri saat ini, atau sebaliknya ketika hal itu menyenangkan pada waktu lalu menjadi hal yang kita anggap menjadikan diri kita menjadi tidak baik pada saat ini.. atau ada juga hal yang memang dari dulu menjadi duka kita sampai saat ini tetap menjadi duka hal tidak pernah bisa kita lupakan, atau selamanya kenangan indah dan menyenangkan akan tetap menjadi kenangan indah dan menyenangkan.

Suka duka menjadi relatif dapat kita lihat apabila kita melakukan refleksi dan flashback pada kehidupan pribadi kita. Dahulu pada saat kita masih belum memahami keadaan dan kemampuan diri kita ketika kita menghadapi banyak tekanan dan masalah, seringkali kita menangis dan menyatakan bahwa Allah tidak adil dan bertanya-tanya mengapa diri kita yang mengalami ini, kenapa bukan orang lain. Tetapi diwaktu yang berbeda, pada saat kita sudah mulai dewasa dan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memahami semuanya, terkadang kita menjadi bersyukur karena Allah telah memberikan ujian, yang dulunya kita sesali, ternyata pada saat ini malah membuat diri kita menjadi lebih baik, lebih kuat dan lebih matang dalam memahami hidup.

Kesenangan yang dulu sering kita rasakan, terkadang saat ini kita sesali karena telah membuat diri kita menjadi lemah, tidak melatih diri kita dan membuat kita lalai sehingga kita tidak siap dalam menghadapi berbagai tantangan dan tekanan hidup di kemudian hari. Berapa banyak orang yang pada akhirnya menyesal karena  merasa dahulu orang tuanya selalu  memudahkan dirinya sehingga ia merasa tidak belajar sesuatu sehingga ketika ia dewasa ia merasa tidak siap dengan berbagai persoalan dan tantangan dalam hidup.

Salah satu hal penting yang harus kita miliki dalam hidup adalah kemampuan dalam mengambil hikmah dan kemampuan untuk selalu sadar akan diri kita dan keadaan di sekitar kita.
Banyak orang yang diberikan berbagai kejadian dalam hidupnya tetapi bukan menjadi lebih baik melainkan menjadi lebih buruk. Hal ini terjadi karena kita tidak dapat mengambil hikmah-hikmah dari kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidup kita sehingga kita tidak pernah dapat melihat kebaikan-kebaikan dari kejadian buruk yang terjadi. Banyak orang juga yang tidak mampu untuk menyadari keadaan diri dan lingkungan nya sehingga tidak pernah bisa melihat satu permasalahan dari sisi yang lain. Orang-orang seperti ini tidak akan pernah bisa melihat duka menjadi suka atau suka menjadi duka.

Baik menurut kita, belum tentu baik menurut Allah. Buruk menurut kita, belum tentu buruk menurut Allah.
Yang pasti Baik menurut Allah, maka itu Baik untuk kita, dan Buruk menurut Allah maka itu Buruk untuk kita.

  













Rabu, 02 Januari 2013

Intelegensi

Intelegensi adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari.

Tes Binet
                Pada tahun 1904 Menteri Pendidikan Perancis meminta Psikolog Alfred Binet untuk menyusun metode gunan mengidentifikasi anak-anak tidak mampu belajar di sekolah. Sekolah ingin mengurangi anak-anak yang tidak mampu sekolah di sekolah umum ke sekolah khusus. Binet dan mahasiswanya, Theophile Simon, menyusun tes intelegensi untuk memenuhi permintaan ini. Tes ini disebut Skala 1905. Tes ini terdiri dari 30 pertanyaan, mulai dari kemampun menyentuh telinga hingga kemampuan untuk menggambat desain berdasarkan ingatan dan mendefinisikan konsep abstrak. Binet mengembangkan konsep Mental Age (MA) atau usia mental yakni level perkembangan individuyang berkaitan dengan perkembangan lain.
Tak lama kemudian Willian Stern pada tahun 1912 menciptakan konsep Intelligence Quotient (IQ) yaitu  usia mental seseorang dibagi dengan usia kronologis (chronological age –CA), dikalikan 100 jadi rumusnya IQ = MA/CA x 100
Jika usia mental sama dengan usia kronologis, maka IQ orang itu adalah 100
Jika usia mental diatas usia kronologis, maka IQ-nya akan lebih dari 100. Misalnya anak umur 6 tahun dengan usia mental 8 tahun maka akan mempunyai IQ 133. Sedangkan jika usia mentalnya dibawah usia kronologis dibawah 100, misalkan anak usia 6 tahun dengan usia mental 5 akan mempunyai IQ 83.
Tes Binet direvisi berkali-kali untuk disesuaikan dengan kemajuan pemahaman intelegensi dan tes intelegensi. Revisi-revisi ini disebut tes Stanford-Binet (sebab dilakukan di Stanford University)
Edisi keempat tes Stanford Binet dipublikasikan pada tahun 1985. Salah satu penambahan penting apda versi ini adalah adalah analisis respon individual dari segi empat fungsi yaitu penalaran verbal, penalaran kuantitatif, penalaran visual abstrak, dan memori jangka pendek. Skor komposit umum masih dipakai untuk mengetahui keseluruhan intelegensi.

Skala Wechsler
Tes lainnya yang banyak dipakai untuk menilai intelegensi murid dinamakan skala Wechsler yang dikembangkan oleh David Wechsler. Tes ini termasuk Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelegence Revised (WPPSI-R) untuk menguji anak usia 4-6,5 tahun; Wechsler Intelligence Scale for Children – Revised (WISC-R) untuk anak dan remaja dari usia 6 tahun hingga 16 tahun dan Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised (WAIS-R) 

Selain menujukkan IQ keseluruhan, skala Wechsler juga menunjukkan IQ verbal dan IQ kinerja. IQ verbal berdasarkan pada enam sub skala verbal, IQ kinerja berdasarkan pada lima sub skala kinerja. Ini membuat peneliti bisa melihat pola-pola kekuatan dan kelemahan dalam area intelegensi murid yang berbeda-beda.