Manusia adalah
makhluk ciptaan Tuhan yang paling banyak dikaruniai kelebihan dibandingkan dengan makhluk
lainnya. Manusia memiliki banyak kelebihan karena memang manusia adalah makhluk
yang diciptakan untuk mengelola alam beserta isinya.
Manusia memiliki
banyak peran. Peran tersebut didasarkan karena manusia tidak hanya memiliki
satu tanggung jawab, tidak hanya terhadap dirinya sendiri, lingkungannya tetapi
juga terhadap pencipta-Nya. Manusia
dalam kehidupannya selalu berhubungan dengan kesuksesan atau kegagalan
Pada masa lalu,
seseorang dapat diprediksi mengalami “kegagalan atau tidak”. Pada tahun 1904,
Menteri Pendidikan Perancis di Paris meminta psikolog Perancis, Alfred Binet,
dan sekelompok psikolog mengembangkan suatu alat untuk menentukan siswa SD mana
yang “beresiko” mengalami kegagalan, agar mereka dapat diberi perhatian khusus.
Jerih payah mereka membuahkan tes kecerdasan yang pertama. Setelah sampai di
Amerika, beberapa tahun kemudian segera tersebar luas. Masyarakat menjadi
beranggapan ada hal yang disebut “kecerdasan”, dan bahwa kecerdasan itu dapat
diukur secara obejktif dan dapat dinyatakan dalam satu angka atau “IQ”.
Hampir delapan
puluh tahun setelah dikembangkannya tes kecerdasan yang pertama tersebut, psikolog
Harvard, Howard Gardnerd mempersoalkan pengertian kecerdasan yang diyakini
masyarakat itu. Gardner mengatakan bahwa penafsiran kecerdasan di kebudayaan
kita itu terlalu sempit.
Menurut Howard
Gardnerd, Kecerdasan adalah kemampuan
untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu.
Definisi kecerdasan
lain adalah definisi kecerdasan dari Piaget. Piaget menyatakan bahwa “Kecerdasan adalah apa yang kita gunakan pada
saat kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Sehingga, menurut Calvin,
seseorang itu dikatakan cerdas jika ia terampil dalam menemukan jawaban yang
benar untuk masalah pilihan hidup.
Menurut Gardner,
dalam bukunya “Frames of Mind (Gardner,
1983) Gardner mengemukakan sekurang-kurangnya ada tujuh kecerdasan. Belum lama
berselang, Gardner menambahkan kecerdasan yang kedelapan dan membahas
kemungkinan adanya kecerdasan yang kesembilan (Gardner, 1999b). Dengan teori
Kecerdasan Jamak, Gardner berusaha untuk memperluas lingkup potensi manusia
melampaui batas nilai IQ. Dengan serius Gardner mempertanyakan keabsahan
penilaian kecerdasan individu melalui tes-tes yang dilakukan di luar lingkungan
belajar alamiah dan dilakukan dengan meminta seseorang melakukan tindakan
terisolasi
Setiap anak
memiliki delapan kecerdasan dan dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai
tingkat kompetensi yang paling tinggi. Namun, mereka tampak mulai menunjukkan
perilaku yang disebut Howard Gardner sebagai “kecenderungan” (atau inklinasi)
terhadap kecerdasan tertentu sejak usia yang masih sangat muda. Saat menginjak
usia sekolah, anak-anak mungkin telah mengembangkan cara belajar yang lebih
banyak menggunakan salah satu kecerdasan dibandingkan dengan kecerdasan yang
lain. Memberikan penjelasan singkat tentang kemampuan anak yang menunjukkan
kecendrungan pada kecerdasan tertentu. Namun, jangan lupa bahwa kebanyakan anak
mempunyai kelebihan di beberapa wilayah tertentu. Anda jangan sampai
membatasi seorang anak hanya dalam satu wilayah kecerdasan. Anda akan melihat
bahwa sekurang-kurangnya dua atau tiga kecerdasan akan tampak menonjol pada
diri setiap anak.
Apabila
perspektif yang lebih luas dan lebih pragmatis ini diterima, konsep kecerdasan
tidak lagi menjadi sekedar mitos, tetapi menjadi konsep fugsional yang dapat
ditemui dalam kehidupan sehari-hari dengan beragam cara. Gardner memetakan
lingkup kemampuan manusia yang luas menjadi delapan kategori yang komprehensif
atau delapan “kecerdasan dasar”.
Adapun delapan
kecerdasan tersebut adalah
1. Kecerdasan Linguistik
Kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara
lisan (misalnya, pendongeng, orator atau politisi) maupun tertulis ( misalnya,
sastrawan, penulis drama, editor, wartawan). Kecerdasan ini meliputi kemampuan
manipulasi tata bahasa atau struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa,
semantic atau makna bahasa, dimensi pragmatic atau penggunaan praktis bahasa.
Peggunaan bahasa ini antara alain untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan
tindakan tertentu), mnemonik/hafalan (penggunaan bahasa untuk mengingat
informasi), dan metabahasa (penggunaan bahasa untuk membahasa masalah itu
sendiri)
2. Kecerdasan Matematis Logis
Kemampuan menggunakan angka dengan baik (misalnya, ahli
matematika, akuntansi pajak, ahli statistik) dan melakukan penalaran yang benar
( misalnya, sebagai ilmuwan, pemrogram komputer, atau ahli logika). Kecerdasan
ini meliputi kepekaan pada pola dan hubungan logis, pernyataan dan dalil
(jika-maka, sebab-akibat), fungsi logis dan abstraksi-abstraksi lain. Proses
yang digunakan dalam kecerdasan matematis logis ini antara lain : kategorisasi,
klarifikasi, pengambilan kesimpulan, generalisasi, penghitungan dan pengujian
hipotesis
3. Kecerdasan Spasial
Kemampuan mempersepsi dunia spasila-visual secara akurat
(misalnya, sebagai pemburu, pramuka, pemandu) dan mentranformasikan persepsi
dunia spasial-visual (misalnya, decorator interior, arsitek, seniman, atau
penemu). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada warna, garis, bentuk, ruang
dan hubungan antar unsure tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan
membayangkan, mempresentasikan ide secara visual atau spasial, dan
mengintegrasikan diri secara tepat daalm matriks spasial.
4.Kecerdasan Kinestetis-Jasmani
Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan
ide dan perasaan (misalnya, sebagai aktor, pemain pantomim, atlet, atau penari)
dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu
(misalnya, sebagai perajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah). Kecerdasan
ini meliputi kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, sperti koordinasi,
keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan maupun
kemampuan menerima rangsangan (proprioceptive) dan hal yang berkaitan dengan
sentuhan (tactile dan haptic)
5. Kecerdasan Musikal
Kemampuan menangani bentuk-bentuk musical, dengan cara
mempersepsi (misalnya sebagai poenikmat musik), membedakan (misalnya, sebagai
kritikus musik), mengubah (misalnya, sebagai komposer), dan mengekspresikan
(misalnya, sbagai penyanyi). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, pola
titinada atau melodi dan warna nada atau suara suatu lagu. Orang dapat memiliki
pemahaman musik figural atau “atas-bawah” (global, intuitif), pemahaman formal
atau “bawah-atas” ( analitik, teknis) atau keduanya.
6. Kecerdasan Interpersonal
Kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati,
maksud, motivasi serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan
pada ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat, kemampuan membedakan berbagai macam
tanda interpersonal dan kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut
dengan tindakan pragamatis tertentu (misalnya, mempengaruhi kelompok orang
untuk melakukan tindakan tertentu).
7.Kecerdasan Intrapersonal
Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut.
Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri yang akurat (kekuatan dan
keterbatasan diri); kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi temperamen
dan keinginan serta kemampuan berdisiplin diri, memahami dan menghargai diri
8.Kecerdasan Naturalis
Keahlian mengenali dan mengategorikan spesies-flora dan
fauna dilingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam
lainnya (misalnya, formasi awan, dan gunung-gunung) dan bagi mereka yang
dibesarkan dilingkungan perkotaan, kemampuan membedakan benda tak hidup,
seperti mobil, sepatu karet, dan sampul kaset CD.
Tak ada satu pun
tes canggih di masyarakat dapat sueveya yang komprehensif mengenai kecerdasan
majemuk anak. Apabila ada orang yang mengatakan kepada anda ia memiliki tes
yang terkomputerisasi, yang hanya dalam lima belas menit dapat menunjukkan
diagram batang delapan “puncak” dan “lembah” anak anda, anda harus berhati-hati
dengan tes tersebut. Ini bukan berarti bahwa tes formal tidak dapat memberikan
informasi mengenai kecerdasan anak. Tapi menurut Gardner satu-satunya alat
terbaik menilai kecerdaasan anak, mungkin, adalah yang sudah selalu tersedia
selama ini: observasi sederhana.
Menurut Gardner,
salah astu cara terbaik untuk mengenali kecerdasan anak yang paling berkembang
dari anak adalah dengan mengamati “kenakalan” anak di rumah dan dikelas. Anak
yang memiliki kecerdasan linguistik tinggi akan sering menyela pembicaraan,
anak yang memiliki spasial tinggi akan sering mencoret-coret dan melamun, anak
yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi akan sering mngobrol, dan
anak yang memiliki kecerdasan kinstetis-jasmani tidak bias duduk diam,
sedangkan siswa yang memiliki minat tinggi terhadap alam mungkin nanti akan
membawa binatang ke kelas kedalam tanpa ijin atau memelihara binatang di rumah.
Melalui kenakalan mereka secara metaforis mereka berkata, “ Inilah cara saya
belajar dan apabila anda tidak mengajari saya melalui cara belajar saya yang
paling alamiah, apa yang akan terjadi? Bagaimanapun juga saya tetap akan
melakukannya.” Kenakalan yang berkaitan dengan kecerdasan tertentu ini,
kemudian menjadi semacam seruan minta tolong – indikator diagnostik tentang
bagaimana seorang anak seharusnya mendapatkan pengajaran.
Indikator
pengamatan atau observasi yang baik lainnya, yang dapat menunjukkan
kecendrungan kecerdasan anak adalah cara anak menghabiskan waktu lauagn di
sekolah dan di rumah. Dengan kata lain, apa yang akan anak lakukan jika tak ada
yang menentukan kegiatan mereka? apabila
anda mempunyai “kegiatan bebas” di kelas atau di rumah, yakni ketika anak diperbolehkan
memilih sendiri kegiatan mereka, kegiatan apa yang mereka pilih ? anak yang
cenderung pada kecerdasan linguistik mungkin akan memilih menenggelamkan diri
ke dalam buku-buku, anak yang cenderung pada kecerdasan interpersonal akan
lebih memilih permainan kelompok dan berbicara dengan teman-temannya,
kecenderungan pada kecerdasan spasial akan memilih menggambar, anak yang
cenderung pada kecerdasan kinestetis-jasmani mungkin akan memilih kegiatan
membangun yang melibatkan partisipasi aktif / langsung, serta anak yang
memiliki kecenderungan naturalis tinggi akan lebih memilih pergi ke kendang
binatang peliharaannya atau ke akuarium. Mengamati anak melakukan kegiatan yang
mereka pilih sendiri dapat memberi petunjuk tentang cara belajar mereka yang paling efektif.
Orang tua dapat
pula mengajak anak berkomunikasi. Orang tua atau guru dapat mengajak anak
berkomunikasi dan menggali informasi mengenai kegiatan apa yang disukai oleh
anak, sehingga orang tua dapat menyalurkan keinginan anak pada kegiatan yang
sesuai. Hal ini dilakukan karena anak adalah orang yang paling tahu cara mereka
belajar. Mereka sendirilah yang menggunakan dan mengalami cara belajar itu
sendiri selama 24 jam per hari sejak mereka dilahirkan. Setelah memperkenalkan
gagasan kecerdasan jamak pada anak, anda dapat duduk bersama mereka dan
bertanya langsung kepada mereka tentang kecerdasan yang paling berkembang. Anda
dapat juga mengambil foto anak anda ketika mereka sedang mengerjakan sesuatu
yang berkaitan dengan kecerdasan mereka yang paling berkembang (pendekatan
spasial), membuat peringkat 1-8 mulai dari kecerdasan yang paling berkembang
sampai yang paling tidak berkembang (pendekatan matematika-logis, atau
mempatomimkan kecerdasan yang paling berkembang (pendekatan kinestetis
jasmani). Sejumlah kegiatan dapa+t bermanfaat untuk memperoleh data penilaian
kecerdasan majemuk anak.
Gardner menunjukkan
bahwa setiap kecerdasan yang telah dibahas dimuka sebenarnya hanyalah “rekaan”,
yakni, tidak ada kecerdasan yang berdiri sendiri dalam kehidupan sehari-hari
(kecuali mungkin untuk kasus yang amat langka pada diri savant dan
orang-orang yang mengalami cedera otak). Kecerdasan selalu berinteraksi satu
sama lain. Untuk memasak makanan, orang harus membaca resep (linguistik),
mungkin perlu membaginya menjadi setengah resep (matematis-logis), membuat menu
yang dapat memuaskan seluruh anggota keluarga (interpersonal), dan juga
memenuhi selera dirinya sendiri (intrapersonal). Ketika seorang anak bermain
bola kaki, ia membutuhkan kecerdasan kinestetis-jasmani (berlari, menendang
atau menangkap bola), kecerdasan spasial (mengorientasikan diri di lapangan
tempat bermain dan mengantisipasi lintasan bola yang melayang), dan kecerdasan
linguistik dan interpersonal (agar dapat mengutarakan argumen dengan benar
ketika melakukan protes kepada wasit). Hal ini menunjukkan, anak dapat
melakukan beberapa aktivitas yang berbeda dalam satu waktu yang menggunakan
beberapa kecerdasan. Misalnya anak dapat mengerjakan tugas dengan menggunakan
komputer sambil mendengarkan musik dan menonton televisi.
Anak dilahirkan
dengan membawa berbagai kecerdasan, tetapi kecerdasan yang dimiliki anak akan
berkembang tidaknya tergantung dari pengarahan orang tua dan lingkungan di
sekitarnya. Banyak anak yang seharusnya dapat mengembangkan kecerdasannya tapi
karena tidak adanya stimulus atau arahan yang benar dari orang tua dan
lingkungannya maka kecerdasan anak tidak dapat berkembang. Ada sebuah cerita
yang ditulis Thomas Amstrong dalam buku In Their Own Way: Discovering and
Encouraging Your Child’s Multiple Intelligences (1987). Pada jaman dahulu
terbetiklah sebauah kabar yang menggegerkan langit dan bumi. Kabar itu berasal
dari dunia binatang. Menurut cerita, para binatang besar ingin membuat sekolah
untuk para binatang kecil. Para binatang besar itu, berencana menciptakan sebuah
sekolah yang didalamnya akan diajarkan mata pelajaran memanjat, terbang,
berlari, berenang dan menggali.
Anehnya, mereka
tidak dapat mengambil kata sepakat tentang subjek mana yang paling penting.
Mereka akhirnya memutuskan agar semua murid mengikuti seluruh mata pelajaran
yang diajarkan. Jadi, setiap murid harus mengikuti mata pelajaran memanjat,
terbang, berlari, berenang dan menggali.
Sekolah pun dibuka
dan menerima murid baru dari pelbagai pelosok hutan. Pada saat-saat awal
dikabarkan sekolah berjalan lancar. Seluruh murid dan pengajar di sekolah itu
menikmati segala kebaruan dan keceriaan. Hingga tibalah pada suatu hari yang
mengubah keadaan itu.
Tersebutlah salah
satu murid bernama kelinci. Kelinci jelas adalah binatang yang piawai berlari.
Ketika mengikuti kelas berenang, kelinci itu hampir tenggelam. Pengalaman
mengikuti kelas berenang ternyata mengguncang batinnya. Lantaran sibuk
mengurusi kelas berenang, si kelinci pun tak pernah lagi dapat berlari secepat
sebelumnya.
Setelah kasus yang
menimpa kelinci, ada kejadian lain yang cukup memusingkan pengelola sekolah.
Ini melanda murid lain bernama elang, jelas, elang sangat pandai terbang.
Namun, ketika mengikuti kelas menggali, si elang ini tidak mampu menjalankan
tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Akhirnya, ia pun hanya mengikuti les
perbaikan menggali. Les itu ternyata hanya menyita waktunya, sehingga ia pun
melupakan cara terbang yang sebelumnya sangat ia kuasainya.
Demikianlah,
kesulitan demi kesulitan ternyata melanda juga kediri binatang-binatang lain,
seperti bebek, burung pipit, bunglon, ular dan binatang kecil lain. Para
binatang kecil itu tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berprestasi dalam
bidang keahlian mereka masing-masing. Ini lantaran mereka dipaksa melakukan
hal-hal yang tidak menghargai sifat alami mereka.
Apabila
kita memperhatikan ilistrasi cerita diatas, dalam cerita tersebut banyak
binatang-binatang kecil yang mempunyai keahlian tertentu yang dipaksa untuk
mempelajari keahlian lain yang bukan menjadi bidang keahliannya. Adanya
tuntutan untuk menguasai banyak keahlian sehingga binatang-binatang kecil
tersebut lupa akan keahliannya sendiri.
Sama halnya dengan
yang terjadi di dalam pendidikan kita, sekolah, memisahkan atau memberikan
identifikasi kepada para muridnya sebagai murid yang pandai di satu sisi, dan
murid yang tidak pandai disisi lain. Orang tua pun memberikan stigma yang sama
dengan pada anak, dimana anak akan dikatakan pintar dan bodoh daa selalu
memberikan pembandingan terhadap satu sama lain.
Menurut paradigma
baru yang dibawa oleh Howard Gardner, menganggap bahwa tidak ada murid yang
bodoh, setiap guru dan orang tua akan memandang para murid sebagai
manusia-manusia yang memiliki potensi untuk berprestasi. Setiap orang tua dan
guru akan berusaha keras membangun sugesti positif di dalam kelas dan di rumah
dan kemudian memunculkan minimal satu kecerdasan yang menonjol yang dimiliki
setiap murid atau anaknya.
Pada umumnya,
suasana kelas dan proses pengajaran yang diajarkan di rumah cenderung monoton
dan membosankan. Hal ini dikarenakan para guru dan orang tua biasanya hanya
bertumpu pada satu atau dua keceradasan dalam mengajar yaitu “cerdas berbahasa”
(word smart) dan ““cerdas berlogika” (number smart). Sekarang, ada, setidaknya,
delapan cara untuk mengajar. Lewat delapan cara yang bertumpu pada delapan
jenis kecerdasan, seorang guru atau orang tua akan didorong untuk membuat
variasi-variasi yang sangat menggairahkan dan menyenangkan dalam mengajarkan
sebuah mata pelajaran.
Apabila orang tua
dan guru, mempunyai paradigma baru sesuai dengan pandangan Howard Gardner,
orang tua dan guru memberikan kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk mencari
cara belajar yang sangat cocok dengan dirinya, apa pun pelajaran yang mereka
pelajari, dengan sesuai kecerdasan yang dimiliki oleh anak. Menurut penelitian
yang dilakukan Howard Gardner, di dalam diri setiap anak tersimpan delapan
jenis kecerdasan yang siap berkembang. Berkembang tidaknya kecerdasan yang
dimiliki oleh anak tergantung dari pengarahan yang dilakukan oleh orang tua.
Pengarahan yang baik, tanpa mempunyai pandangan bahwa anak yang pintar itu
harus anak yang hanya menguasai kecerdasan berbahasa atau cerdas berlogika dan
tidak hanya memberikan ukuran dalam bentuk rangking dan nilai yang baik di
sekolah, tetapi pengarahan terhadap anak dengan berlandaskan pemikiran bahwa
anak mempunyai delapan kecerdasan yang siap berkembang dan kecerdasan itu tidak
hanya diukur dengan angka dan prestasi di sekolah tetapi dapat dalam
bidang-bidang yang lain. Berkembang tidaknya kecerdasan anak tergantung dari
stimulus yang diberikan orang tua, guru dan lingkungan disekitar anak. Anak
yang mempunyai kecerdasan kinestetis jasmani (misalnya olah raga), kemungkinan
besar tidak akan berkembang kecerdasan kinestetis jasmaninya, ketika orang tua
atau guru memaksa anak untuk cerdas dalam bidang bahasa dan matematis logis.
Karena stimulus yang diberikan pada anak
hanya untuk kecerdasan bahasa dan matematis logis, dengan dasar pandangan bahwa
anak yang cerdas adalah anak yang pintar secara bahasa dan matematis, sehingga
anak dipaksa untuk menguasai suatu kecerdasan yang bukan menjadi domainnya.
Sehingga tidak mengherankan apabila akhirnya anak tidak cerdas secara
kinestetis jasmani, karena tidak adanya pengarahan dan kesempatan yang diberikan,
dan juga tidak cerdas secara matematis
dan bahasa karena memang kecerdasan tersebut bukan menjadi domainnya.
Orang tua, guru dan
lingkungan perlu memberikan pengarahan dan kesempatan seluas-luasnya pada anak.
Kesempatan anak untuk mencoba sesuatu harus diberikan sehingga pada akhirnya
anak dapat memilih suatu kegiatan atau aktivitas yang sesuai dengan minat dan
kecerdasannya sendiri.
Selain anak diberi
pengarahan, dan juga kesempatan, orang tua dan guru juga jangan sungkan untuk
memberikan penguatan atau reward ketika anak dapat menunjukkan hasil yang
memuaskan. Penguatan atau reward dapat berupa pujian (misalnya, “kamu hebat”, “
kamu pintar”, dll) atau berupa pelukan, sentuhan, acungan jempol dan usapan di kepala. Reward juga dapat
berupa benda berupa hadiah. Reward yang berupa penguatan positif dapat membuat
anak merasa dihargai dan meningkatkan harga diri anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar