Memasuki abad ke-21 hampir
semua negara di dunia bertanya tentang masa depan dunia yang mengalami
perubahan dengan cepat itu. Untuk memahami persoalan itu dengan baik sejumlah
ahli di bidang ekonomi, bisnis, organisasi dan manajemen serta keuangan dunia
mencoba untuk menjelaskan perkembangan dunia yang ditandai dengan
ketidakpastian (uncertainty) yang
semakin meningkat sehingga pekerjaan, organisasi dan ekonomi juga turut
berubah.
Gejolak
perubahan yang penuh dengan ketidakpastian itu membawa kita semua kepada upaya
memilih dan menetapkan alternatif-alternatif yang paling baik bagi setiap
orang. Dalam menghadapi perubahan yang cepat tersebut satu-satunya cara untuk
tetap dapat berada pada posisi yang baik dalam situasi perubahan yang begitu
cepat dan hampir-hampir tak terkendalikan itu adalah “belajar secara cepat” pada semua bidang kehidupan tak terkecuali
bidang pendidikan (Azis Wahab, 2001:1).
Tetapi
tidak dapat dipungkiri dalam dunia pendidikan pun banyak timbul
permasalahan-permasalahan akibat perubahan yang cepat dan terjadi setiap saat.
Oleh karena itu, agar dapat terhindar dari permasalahan atau bahkan dapat
mempengaruhi dan mengarahkan perubahan, dalam hal ini masalah belajar, maka kita
harus menguasai ilmu dan pengetahuan yang dapat menyelesaikan permasalahan
tersebut, dan bidang keilmuan yang menangani hal tersebut adalah teknologi
pendidikan
Menurut
AECT (1994) teknologi pembelajaran
adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan,
serta penilaian proses, sistem dan sumber untuk belajar (Seels
& Richey, 2000:10). Mengingat pesatnya perkembangan teknologi
pembelajaran, baik sebagai disiplin ilmu, program studi maupun profesi. Suatu profesi harus mempunyai landasan pengetahuan yang menunjang
praktek. Tiap kawasan teknologi pembelajaran mengandung kerangka pengetahuan
yang didasarkan pada hasil penelitian dan pengalaman. Hubungan antara teori dan
praktek semakin mantap dengan matangnya bidang garapan. Teori terdiri dari
konsep, bangunan (konstruk), prinsip, dan proposisi yang memberi sumbangan
terhadap khasanah pengetahuan. Sedangkan praktek merupakan penerapan
pengetahuan tersebut dalam memecahkan permasalahan. Dalam teknologi
pembelajaran baik teori maupun praktek, banyak menggunakan model. Model
prosedural, yang menguraikan cara pelaksanaan tugas membantu menghubungkan
teori dan praktek. Teori juga dapat menghasilkan model untuk memvisualisasikan
hubungan; model ini disebut model konseptual (Richey, 1986), Seels
& Richey, (2000:10-12).
Kata teknologi banyak dipahami oleh awam sebagai
mesin atau hal-hal yang berkaitan dengan mesin. Namun sesungguhnya teknologi
memiliki pengertian yang lebih luas lagi, karena teknologi adalah merupakan
perpaduan yang kompleks dari manusia, mesin, ide, prosedur dan pengelolaan
(Hoban, dalam AECT, 1977), dan kemudian pengertian tersebut akan lebih jelas
lagi apabila dilengkapi dengan pengertian bahwa pada hakekatnya teknologi
adalah merupakan penerapan ilmu atau pengetahuan lain yang terorganisir ke
dalam tugas-tugas praktis (Galbraith, dalam AECT, 1977).
Setiap teknologi dibangun atas dasar suatu teori
tertentu. Demikian pula pada teknologi pembelajaran, dibangun atas dasar
beberapa prinsip-prinsip dari keilmuan yang lain, salah satunya ditarik dari
teori ekonomi terutama manajemen dan hasil-hasil penelitian dalam kegiatan
ekonomi dan manajemen. Menurut A.A.Lumsdaine (1964) dalam Miarso (2004:199)
teknologi pendidikan merupakan aplikasi dari ilmu dan sains dasar, yaitu: 1)
ilmu fisika, 2) rekayasa mekanik, optik, elektro, dan elektronik, 3) teknologi
komunikasi dan telekomunikasi, 4) ilmu perilaku, 5) ilmu komunikasi dan 6) ilmu
ekonomi. Sedangkan menurut Robert Morgan (1978) dalam Miarso (2004:199-200) ada
tiga disiplin utama yang menjadi fondasi teknologi pendidikan, yaitu ilmu
perilaku, ilmu komunikasi dan ilmu manajemen.
Adapun permasalahannya adalah bagaimana landasan teori ekonomi dan
manajemen dalam teknologi pendidikan? Kemudian apa kontribusi atau dukungan
teori ekonomi dan manajemen dalam teknologi pendidikan?
B.
Landasan Teori
Ekonomi dalam Teknologi Pendidikan
Kata
"ekonomi" secara etimologis
berasal dari kata Yunani οĩκος (oikos) yang berarti
"keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos),
atau "peraturan, aturan, hukum,"
dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau
"manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi
adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Pada
zaman postmodern atau globalisasi sekarang ini, manusia cenderung untuk
mengutamakan kesejahteraan materi dibanding rohani, sehingga mengakibatkan
ekonomi mendapat perhatian yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai
produk baru yang semakin canggih ditawarkan, berbagai perlengkapan hidup dengan
model dan desain yang semakin menarik dipajang di toko-toko. Situasi seperti
ini membuat manusia berusaha untuk mengumpulkan uang sebanyak mungkin untuk
memenuhi seleranya. Memang benar kalau orang mengatakan bahwa uang
bukan segala-galanya. Namun, benar juga bahwa untuk segala sesuatunya
diperlukan uang. Dengan demikian manusia tidak bisa bebas dari kebutuhan akan
ekonomi. Sebab kebutuhan dasar manusia membutuhkan ekonomi.
Teori ekonomi dibedakan menjadi dua bagian yaitu
teori ekonomi mikro dan teori ekonomi makro. Bagian makro membahas perilaku
negara, masyarakat atau kelompok masyarakat. Variabel yang dibahas adalah
pendapatan nasional, kesempatan kerja, pengangguran, inflasi, anggaran
pemerintah, dan sebagainya. Sedangkan teori ekonomi mikro, membahas perilaku
agen ekonomi yang kecil yaitu konsumen individual atau sebuah perusahaan,
sekolah atau satuan pendidikan dan keluarga. Oleh karena adanya perbedaan
masalah pokok yang dibicarakan, maka nampaknya antara teori ekonomi mikro dan
teori ekonomi makro merupakan dua bagian yang terpisah. Bagian makro sering
disebut pula dengan teori pendapatan masyarakat, sedangkan bagian mikro disebut
dengan teori harga.
Pada hakekatnya kedua teori ekonomi itu memiliki
hubungan yang erat. Teori konsumsi masyarakat yang dibahas oleh teori ekonomi
makro, merupakan keseluruhan dari perilaku konsumen individual. Sedangkan
sistem perpajakan masyarakat yang dibahas oleh teori ekonomi mikro sangat
mempengaruhi pengambilan keputusan tentang harga dan jumlah barang yang
diproduksi oleh suatu perusahaan. Jadi meskipun teori ekonomi makro dan mikro
sudah berkembang menjadi cabang teori ekonomi merupakan dua bagian yang
terpisah. Namun, pada hakekatnya kedua teori ekonomi itu memiliki hubungan yang
erat. Teori konsumsi masyarakat yang dibahas oleh teori ekonomi yang berbeda,
namun sebenarnya keduanya tidak dapat dipisahkan dan masih terikat dalam
cakupan teori ekonomi.
Materi yang dibahas dalam teori ekonomi mikro, berkisar pada
prinsip-prinsip yang dipakai sebagai dasar dalam pengambilan keputusan oleh
seorang konsumen maupun produsen. Konsumen akan membentuk permintaan (demand), sedangkan produsen membentuk
penawaran (supplay). Dengan demikian,
materi yang dibahas oleh teori ekonomi mikro pada dasamya meliputi
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kekuatan permintaan konsumen maupun
kekuatan penawaran produsen yang terjadi di pasar.
Paradigma
ekonomi pengikut aliran Chicago yang institusional-interventif
ini mengekor tradisi ilmu ekonomi Inggris, di mana mikro ekonomi dipisahkan
dari makro ekonomi. Dalam pandangan mereka, ada dua dunia ekonomi yang
masing-masing terpisah dan mandiri. Di satu sisi ada ekonomi mikro dunia di
mana harga ditentukan oleh supplay dan
demand, yang menurut ekonom Chicago sebaiknya diserahkan saja tanpa kendala
kepada pasar. Di sisi lain mereka mengatakan, ada makro ekonomi, yang berfokus
pada semesta agregat, seperti
misalnya anggaran pemerintah dan kebijakan moneter, yang tidak boleh diserahkan
kepada pasar bebas.
Jadi
senafas dengan para Keynesian,
pengikut Friedman menyerahkan kontrol
absolut terhadap area makro kepada pemerintah pusat agar perekonomian dapat
dimanipulasi untuk kepentingan sosial, sementara dunia mikro dibiarkan bebas.
Singkatnya, Friedmanites dan Keynesian sama-sama menyerahkan urusan
makro kepada statisme, sebab, menurut mereka, inilah kerangka yang diperlukan
agar kebebasan di tingkat makro dapat berjalan sesuai dengan prinsip pasar
bebas.
Dunia
sekarang ini disibukkan oleh masalah-masalah ekonomi atau perdagangan.
Masing-masing negara berusaha meningkatkan perekonomiannya. Berbagai cara dilakukan misalnya melalui kerjasama dengan memberi bantuan
kepada negara lain.
Pemerintah
Indonesia memutuskan untuk memprioritaskan pembangunan ekonomi. Akibatnya munculnya berbagai usaha baru, pabrik-pabrik baru,
industri-industri baru, bahan-bahan perdagangan baru, dan badan-badan jasa yang
baru. Jumlah konglomerat makin banyak, walaupun orang-orang miskin tetap masih
ada. Pertumbuhan ekonomi menjadi tinggi, dan penghasilan negara bertambah,
walaupun hutang luar negeri cukup besar dan penghasilan rakyat kecil masih
minim.
Perkembangan
ekonomi makro berpengaruh pula dalam bidang pendidikan. Banyak orang kaya yang
mau menjadi orang tua asuh sehingga anak-anak yang kurang mampu mendapat
kesempatan untuk bersekolah. Selain itu terlaksananya sistem ganda dalam
pendidikan (link and match). Yaitu
kerjasama antara sekolah dengan dunia usaha dalam usaha pembelajaran peserta didik.
Bahkan akhir-akhir ini munculnya sejumlah sekolah unggulan. Sekolah-sekolah ini
didirikan oleh orang-orang kaya atau konglomerat atau kumpulan dari mereka,
yang bertebaran di seluruh Indonesia. Disisi lain dengan dalih
swastanisasi dan pendidikan sebagai komoditi bisnis. Akibatnya
muncul sekolah elite bagi kaum elite, baik swasta maupun negeri. Dampaknya adanya jurang antara si kaya dan si miskin bertambah lebar
(Soedijarto, 2000;49). Dengan demikian ekonomi mempunyai peran yang besar bagi
kehidupan seseorang, masyarakat dan negara bahkan dunia.
2. Peranan Ekonomi Dalam Pendidikan
Ekonomi
pendidikan, walaupun kemunculannya agak terlambat dibanding dengan bidang
kajian yang lain dalam ilmu ekonomi, ekonomi pendidikan atau ‘education economics’ atau ‘economics of education’ tumbuh dan
berkembang pesat secara mandiri dengan memusatkan perhatiannya pada investasi
sumberdaya manusia.
Objek
kajian ilmu ekonomi adalah perilaku manusia atau kelompok manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka subyek pengamatan atau kajian ekonomi
pendidikan terdiri dari dua hal yang berbeda tetapi saling berhubungan, yaitu:
a.
analisis atas nilai ekonomis
pendidikan, berkepentingan dengan mengkaji dampak pendidikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, terutama dalam hal produktivitas tenaga kerja, mobilitas
penempatan kerja dan pemerataan pendapatan. Selain itu juga mengkaji seberapa
besar nilai tambah yang dihasilkan oleh pendidikan atau pertambahan ilmu
terhadap pendapatan.
b.
analisis atas aspek ekonomis
institusi pendidikan, lebih berkepentingan mengkaji efisiensi internal
institusi pendidikan dan implikasi finansial dari biaya yang digunakan untuk
pengelolaan pendidikan, serta efektivitas pengelolaan sumberdaya institusi
pendidikan sebagai bagian dari manajemen.
Mengingat
pendidikan sebagai suatu proses untuk menciptakan suatu hasil, tidak mungkin
terbebas dari pertimbangan atau nilai ekonomi. Ditinjau dari segi anggaran,
komponen pembiayaan untuk guru merupakan jumlah yang terbesar dibandingkan
untuk sarana-prasarana bahkan komponen-komponen yang lain, oleh
karena itu harus bisa digunakan seefektif dan seefisien mungkin. Demikian pula
penggunaan sumber-sumber daya yang lain perlu dipertimbangkan biaya yang paling
ekonomis (Miarso, 2004:270, 598).
Sebagai contoh, bila ada sejuta guru SD tentu tidak akan
ekonomis bila menuntut agar masing-masing guru membuat media instruksional;
belum lagi kalau harus mempertimbangkan kualitasnya. Berbagai cara tradisional,
seperti misalnya cara diklat guru dengan mengumpulkan mereka secara bergelombang
di suatu tempat untuk jangka waktu tertentu perlu dikaji efisiensinya. Dituntut
adanya kesepadanan antara waktu, biaya, dan tenaga di satu pihak dengan hasil
yang diperoleh pada pihak lain.
Adapun dukungan atau kontribusi pendidikan terhadap
pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu:
a.
Pendidikan menciptakan dan menghasilkan pengetahuan baru yang membawa
pengaruh terhadap proses produksi. Pendekatan ini mengandaikan, pertumbuhan
ekonomi itu didorong oleh akumulasi modal manusia. Modal manusia, yang
diperankan kaum profesional, para ahli, teknisi, dan pekerja, merupakan
penggerak utama kemajuan ekonomi.
b.
Pendidikan menjadi sarana dalam proses difusi dan transmisi pengetahuan,
teknologi, dan informasi yang dapat mengubah pola berpikir, bertindak dan
kultur bekerja. Oleh karena itu unsur pengetahuan, teknologi, dan informasi
merupakan kekuatan transformatif yang dapat memacu akselerasi pertumbuhan
ekonomi.
Dalam konteks demikian, pendidikan memberi sumbangan
dalam menyediakan sumber daya manusia yang berpengetahuan, berketerampilan, dan
menguasai teknologi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Dengan demikian kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi itu sangat
nyata. Sebagai contoh, selama kurun waktu
1920-an s.d 1990-an, pembangunan pendidikan di AS telah memberi sumbangan
terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 14 persen. Bila advances in knowledge yang relevan dengan proses produksi
dikonversi secara ekonomi, sumbangannya meningkat berkali lipat mencapai 42
persen (Denison, 1985).
Selain
itu pendidikan dapat meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi suatu bangsa,
yang tercermin pada peningkatan pendapatan warga negaranya. Artinya tingkat
pendidikan menentukan tinggi rendahnya pendapatan seseorang. Sebagai contoh di
AS, seorang lulusan SLTA dan Diploma III masing-masing bergaji sekitar 23.500
dollar AS dan 28.500 dollar AS per tahun; sementara lulusan sarjana dan
pascasarjana masing-masing bergaji 41.000 dollar AS dan 65.000 dollar AS per
tahun (Zumeta, 1999). Bahkan, seorang profesional berpengalaman dan
berkemahiran tinggi gajinya mencapai 75.300 dollar AS per tahun (Saxton, 2000).
Sungguh, selisih pendapatan menurut tingkat pendidikan ini sangat mencolok.
Memasuki
era global yang ditandai menguatnya ekonomi neoliberal, keunggulan ilmu
pengetahuan menjadi faktor determinan dalam mendorong percepatan kemajuan suatu
bangsa. Dinamika perkembangan ekonomi yang digerakkan ilmu pengetahuan itu
secara teknis disebut knowledge driven
economic growth. Konsep ini menempatkan lembaga pendidikan (pendidikan
tinggi) pada posisi amat penting dan strategis, sebab dapat: (1) melahirkan SDM
terlatih, kompetitif, dan adaptif seperti profesional, pakar, teknisi, dan
manajer; (2) melahirkan ilmu pengetahuan baru dan menciptakan inovasi teknologi;
dan (3) meningkatkan kemampuan mengakses perkembangan ilmu pengetahuan pada
tingkat global dan mengadaptasinya menurut konteks lokal/daerah (Bank Dunia,
2002).
Sebaliknya
peranan ekonomi dalam dunia pendidikan cukup menentukan, walaupun bukan memegang
peranan utama. Sebab ada hal lain yang lebih menentukan hidup matinya
dan maju mundurnya suatu pendidikan. Menurut Made Pidarta (2000:261) faktor
yang paling menentukan kehidupan dan kemajuan pendidikan adalah dedikasi,
keahlian dan keterampilan para pengelola pendidikan. Namun, tidak dipungkiri
tanpa ekonomi yang memadai dunia pendidikan tidak akan bisa berjalan dengan
baik dan lancar.
Misalnya sekolah yang tidak sanggup mengadakan meja,
bangku, dan kursi mengakibatkan peserta didik belajar di lantai sambil
duduk-duduk atau berbaring. Hal ini mempengaruhi minat peserta didik untuk
belajar. Demikian juga sekolah yang tidak punya media pembelajaran
mengakibatkan pembelajarannya verbalistik, kurang menarik dan kurang jelas.
Sekolah yang tidak mampu membeli buku baru, berakibat pengetahuan yang
diberikan kepada peserta didik ketinggalan zaman. Sekolah dengan SPP terlalu
kecil membuat guru-guru harus bekerja keras mencari tambahan dari luar,
sehingga perhatiannya terhadap kegiatan pembelajaran berkurang.
Dengan ekonomi yang memadai segala sarana dan prasarana,
media, alat pendidikan, dan berbagai kebutuhan pendidikan lain dapat dipenuhi.
Selain itu kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan secara lebih intensif. Jadi
sangat besar dampak negatif ekonomi yang minim terhadap kegiatan pendidikan.
Menurut Made Pidarta (2000;245-246) fungsi ekonomi dalam
dunia pendidikan adalah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan. Bukan
merupakan modal untuk dikembangkan, bukan untuk mendapat keuntungan. Ekonomi
pendidikan sama fungsinya dengan sumber-sumber pendidikan yang lain, seperti
guru, kurikulum, peralatan, media pembelajaran, dan sebagainya yang semuanya
bermuara pada pengembangan potensi peserta didik. Ekonomi merupakan salah satu
komponen sumber daya pendidikan yang membuat peserta didik mampu mengembangkan
potensinya, baik pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Termasuk memiliki
keterampilan tertentu untuk dapat menjadi tenaga kerja yang andal, cinta pada
pekerjaan halus maupun kasar, memiliki etos kerja dan bisa hidup hemat.
Dengan demikian menurut Made Pidarta (2000;247) kegunaan
ekonomi dalam pendidikan terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
a.
Untuk membeli keperluan pendidikan yang tidak
dapat dibuat sendiri atau bersama-sama para siswa, orang tua, masyarakat, atau
yang tidak bisa dipinjam dan ditemukan di lapangan, seperti: sarana-prasarana,
media, alat peraga, barang habis pakai (ATK), dan materi pembelajaran.
b.
Untuk pengadaan segala perlengkapan gedung,
seperti: air, listrik, telpon, televisi, radio, komputer dan sebagainya.
c.
Membayar jasa segala kegiatan pendidikan, seperti:
pertemuan-pertemuan, perayaan, karya wisata, penemuan ilmiah, honorarium dan
sebagainya.
d.
Untuk materi pelajaran pendidikan ekonomi
sederhana, agar bisa mengembangkan peserta didik berperilaku ekonomi, seperti:
hidup hemat, bersikap efisien, memiliki keterampilan produktif, memiliki etos
kerja, dan menguasai prinsip-prinsip ekonomi.
e.
Untuk memenuhi kebutuhan dasar dan keamanan para
pengelola pendidikan.
f.
Meningkatkan motivasi kerja.
g.
Membuat para pengelola pendidikan lebih
bersemangat dan bergairah bekerja.
Sebagai
contoh negara-negara maju yang makmur/kaya, seperti Amerika Serikat, Jerman,
Jepang, China, Singapura, dan Malaysia. Negara-negara ini berani menjunjung
tinggi akan pentingnya pendidikan sehingga dapat meningkatkan kualitas SDM nya.
Peningkatan pendidikan SDM akan meningkat pula daya jualnya, pendapatannya,
sehingga mempunyai daya beli yang tinggi berdampak pada dinamika pasar lebih
hidup serta putaran uang menjadi lebih besar. Berdasarkan hukum supplay and demand akan terus
berinteraksi atau berkorelasi secara positif. Sebaliknya di negara-negara yang
kualitas pendidikannya rendah, akan cenderung menjadi sasaran pasar belaka.
Dengan demikian perlunya pemberdayaan melalui pemberian layanan pendidikan yang
berkualitas.
Akhirnya
saatnya kita perlu belajar dari Wakil Perdana Menteri RRC Li Lian Qing yang menulis buku “Education
for 1.3 Bilion People” menunjukkan betapa erat hubungan antara ekonomi dan
pendidikan. Pendidikan yang baik harus didukung dengan ekonomi yang baik,
demikian sebaliknya ekonomi yang baik hanya bisa dibangun dengan pendidikan
yang baik. Sebab, dengan SDM yang baik kualitasnya kinerja pun meningkat,
sehingga produktivitas juga meningkat. SDM yang baik kualitasnya, pantas
memperoleh pendapatan yang baik. Disisi yang lain akan memberi benefit yang
baik pula pada corporote sehingga
daya belinya pun membaik. Dengan demikian sangat signifikan korelasi antara
peningkatan SDM lewat pendidikan yang perlu ditunjang dengan ekonomi. Sebab,
tidak ada pendidikan yang baik yang dapat diperoleh dengan mudah dan murah. Hal
ini dalam falsafah Jawa disebut “Jer
Basuki mawa bea’.
Sejarah telah mencatat
bahwa kejayaan dan kesejahteraan sebuah negara itu tidak bergantung kepada
melimpahnya sumberdaya alam, akan tetapi bergantung kepada kualitas SDM yang
berbudi luhur yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta menerapkannya
sesuai dengan kepentingan masyarakat di sekelilingnya. Maka dari itu peranan
pendidikan menjadi sangat sentral. Kualitas pendidikan juga akan melahirkan
modal intelektual (intellectual capital) dan modal teknologi (technological
capital) yang sangat diperlukan untuk membangun masyarakat berbasis
pengetahuan (knowledge based economy). Artinya
“The Power of Education” menjadi motor penggerak meningkatkan daya saing
bangsa.
- Peranan
Ekonomi dalam Teknologi Pendidikan
Ilmu ekonomi digunakan pada bidang-bidang lain, seperti penelitian perilaku
kriminal, politik, kesehatan, keluarga, pendidikan termasuk teknologi pendidikan dan sebagainya. Hal ini
dimungkinkan karena pada dasarnya ekonomi adalah ilmu yang mempelajari pilihan manusia.
Kita akui, ada sebuah peningkatan trend untuk mengaplikasikan teori ekonomi
dalam konteks yang lebih luas. Fokus analisa ekonomi adalah "pembuatan keputusan" dalam berbagai
bidang dimana orang dihadapi pada pilihan-pilihan. Misalnya bidang pernikahan, kesehatan, hukum, kriminal, perang, agama, pendidikan, dan termasuk teknologi pendidikan. Gary Becker dari University
of Chicago adalah
seorang perintis trend ini. Dalam artikel-artikelnya ia menerangkan bahwa ekonomi
seharusnya tidak ditegaskan melalui pokok persoalannya, tetapi sebaiknya
ditegaskan sebagai pendekatan untuk menerangkan perilaku manusia.
Mengingat masalah pokok yang dipelajari oleh ilmu ekonomi muncul karena
kebutuhan manusia yang bersifat tak terbatas pada satu pihak dan sumber-sumber
ekonomi yang jumlahnya terbatas pada lain pihak. Akibatnya setiap agen ekonomi, baik konsumen maupun
produsen dihadapkan pada masalah pilihan. Yaitu memilih cara yang sebaik
mungkin untuk memuaskan kebutuhannya dengan sumber-sumber yang terbatas
tersebut. Dari berbagai altematif tindakan yang mungkin dapat diambil, mereka
harus memilih altematif mana yang paling baik.
Fungsi ilmu ekonomi di sini adalah membantu mereka agar
supaya keputusan yang diambil adalah yang 'terbaik'.
Kualifikasi terbaik di sini haruslah diartikan dalam kerangka usaha pencapaian
tujuan dengan pembatasan jumlah sumber ekonomi yang harus dikorbankan untuk
mencapai tujuan tersebut.
Ilmu
ekonomi menyuguhkan prinsip-prinsip atau hukum-hukum yang dapat dipakai sebagai
pedoman untuk mengambil keputusan tentang cara yang 'sebaik-baiknya' dalam mempergunakan sumber ekonomi yang jumlahnya
terbatas dan dalam berbagai hal yang memang langka. Arti sebaik-baiknya di sini
adalah bahwa untuk mencapai tujuan tertentu harus dipergunakan sumber-sumber
ekonomi yang sedikit mungkin. Dilihat dari kaca mata ilmu ekonomi, sesuatu
tindakan dengan predikat 'bijak'
tidak hanya harus memenuhi syarat efektivitas dalam mencapai sasarannya,
tetapi harus pula memenuhi syarat efisiensi.
Untuk
menghadapi masalah yang sederhana memang mungkin cukup diperlukan pengalaman
masa lampau maupun intuisi. Namun semakin kompleks persoalan yang dihadapi
seseorang, makin terasa kebutuhan akan adanya suatu pegangan sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian dalam memecahkan masalah-masalah
belajar pada manusia yang kompleks atau masalah pendidikan pada umumnya perlu
berlandaskan ilmu ekonomi. Artinya untuk memilih alternatif terbaik yang
memenuhi syarat paling efektif dan paling efisien. Mengingat jumlah sasaran yang harus dilayani
cukup besar, kesempatanya sangat terbatas, dan sumber belajar tradisional makin
terbatas pula. Oleh karena itu perlu dikembangkan alternatif layanan pendidikan
yang paling efektif dan efisien. Alternatif tersebut dengan menerapkan
teknologi pendidikan.
Menurut
filsuf Jerman Oppenheimer sebuah bangsa dapat mencapai
kemakmuran melalui dua cara, yaitu merampas harta atau kepemilikan orang lain
secara paksa melalui agresi atau koersi yang disebut dengan cara politik.
Selain itu dengan cara mengakumulasi modal dan tabungan untuk diinvestasikan
dalam berbagai usaha ekonomi sehingga dapat memetik hasilnya, kemudian cara ini
disebut cara ekonomi. Hukum ekonomi ini mengajarkan bahwa kekayaan hanya bisa
diperoleh atau ditingkatkan dengan melalui tiga cara, yaitu: pertama, dengan mengenali kelangkaan sumber daya alam dan memilikinya sebelum orang
lain mendahului. Kedua, dengan menghasilkan barang atas bantuan tenaga
dan sumber daya yang ada. Ketiga,
dengan melakukan pertukaran dengan
pihak lain yang memiliki atau menghasilkan barang yang kita inginkan. (Hoppe,
2003).
Dari hukum ekonomi inilah memberikan kontribusi pada
teknologi pendidikan. Manusia dapat mengenali, menghasilkan, dan melakukan
sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan baik perlu belajar. Sedangkan
untuk dapat belajar secara efektif dan efisien perlu memanfaatkan beraneka
sumber belajar. Teknologi pembelajaran berupaya untuk merancang, mengembangkan
dan memanfaatkan aneka sumber belajar sehingga dapat memudahkan atau
memfasilitasi seseorang untuk belajar. Pada gilirannya terbukanya kesempatan
seseorang untuk belajar sepanjang hayat, di mana saja, kapan saja dan oleh
siapa saja, dengan cara dan sumber belajar apa saja yang sesuai dengan kondisi
dan kebutuhannya.
Dengan demikian teknologi pembelajaran diperlukan untuk
dapat menjangkau peserta didik di manapun mereka berada. Selain itu untuk
melayani sejumlah besar dari mereka yang belum memperoleh kesempatan untuk
belajar, memenuhi kebutuhan belajar untuk dapat mengikuti perkembangan, dan
meningkatkan efisiensi, efektifitas dalam belajar.
Tuntutan
peningkatan kualitas, keefektivan, efisiensi, dan relevansi pendidikan harus
sejalan pula dengan adanya tuntutan peningkatan kualitas dari sumber daya
manusia secara berkesinambungan. Untuk itu, diperlukan sikap belajar sepanjang
hayat (life long education).
Pembentukan sikap dan kemampuan belajar sepanjang hayat dapat dilakukan melalui
penerapan teknologi pendidikan.
Dalam
konteks ini, teknologi pendidikan secara konseptual dapat berperan untuk
membelajarkan manusia dengan mengembangkan dan atau menggunakan aneka sumber
belajar, yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam dan lingkungan,
sumber daya peluang atau kesempatan, serta dengan meningkatkan efektifitas dan
efisiensi sumber daya ekonomi khususnya keuangan (Miarso, 2004:701).
Peranan
teknologi pendidikan di atas sesuai dengan amanat Pasal 28C Undang-Undang
Dasar 1945, yaitu setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.
Dalam melaksanakan peran tersebut di atas, menurut Miarso
(2004:702) diperlukan serangkaian persyaratan sebagai berikut:
a.
Adanya dukungan moral dan kebijakan yang dapat
memberikan kemungkinan tumbuhnya prakarsa masyarakat dan warganya.
b.
Adanya dukungan organisasi, karena tidak mungkin
bagi perorangan untuk melakukan peran sendiri tampa bekerjasama dengan orang
dan pihak lain.
c.
Adanya dukungan personal, yaitu tenaga yang
mempunyai berbagai keahlian atau keterampilan khusus yang saling berkaitan dan
tergantung dalam satu kesatuan/tim kerja.
d.
Adanya
dukungan ekonomi khususnya dana. Mengingat ketiadaan dukungan
ini sering kali merupakan faktor utama yang menyebabkan tidak dapat berperannya
suatu organisasi atau kegiatan.
e.
Adanya dukungan sarana dan prasarana, termasuk di
dalamnya gedung, perabot, peralatan, bahan baku, sumber energi, dan media
komunikasi.
Sehubungan dengan itu UNESCO menetapkan standar minimum
untuk pendidikan minimum 4-5% dari GNP dan menghimbau setiap negara untuk
mengalokasikannya. Sebagai perbandingan di beberapa negara lain, seperti
Malaysia yang menggunakan standar UNESCO dengan mengalokasikan sekitar 4% untuk
pendidikan, sehingga pada akhir tahun 50-an sampai tahun 1964 menerima bantuan
teknis pendidikan dari Indonesia, sekarang dengan bangga menawarkan
pendidikannya kepada Indonesia. Belanda dengan 37% anggaran belanja negara
untuk pendidikan atau sekitar 7% GNP. Taiwan dalam UUD-nya menetapkan anggaran
untuk pendidikan, yaitu 15% anggaran pemerintah pusat untuk pendidikan, 25%
anggaran pemerintah provinsi untuk pendidikan, dan 35% anggaran pemerintah TK II
untuk pendidikan (Soedijarto, 2000;102-103).
Negara
Indonesia berdasarkan UUD 1945 Pasal 31 ayat 4, negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Sedangkan UU No. 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional, pasal 49 dana pendidikan selain gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada
sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. PP 19 Tahun 2005 tentang Stándar
Nasional Pendidikan, Pasal 62 menyebutkan pembiayaan pendidikan terdiri atas
biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal
Sedangkan
dalam Pasal 54 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, diatur lebih lanjut menganai peran serta masyarakat dalam pendidikan, yaitu (1) peran serta
masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga,
organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan, (2) masyarakat
dapat berperan serta sebagai nara sumber, pelaksana dan pengguna hasil
pendidikan.
Kontribusi
ilmu ekonomi dalam teknologi pendidikan yaitu menekankan pada proses untuk
memperoleh nilai tambah. Artinya belajar akan lebih berkualitas, lebih efisien,
lebih efektif, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat, dan sebagainya. Kemudian
uraian secara rinci dukungan ilmu ekonomi
dalam teknologi pendidikan sebagai berikut:
a. Meningkatkan efisiensi pendidikan.
Salah satu kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan adalah peningkatan
efisiensi pendidikan. Yang dimaksud efisiensi adalah penggunaan dana yang
harganya sesuai atau lebih kecil dari pada produksi dan layanan pendidikan yang
telah direncanakan. Dengan kata lain biaya pendidikan lebih kecil dari pada
produksi pendidikan bila semuanya bisa diuangkan. Mengingat dana pendidikan
yang terbatas, maka penggunaannya perlu dioptimalkan.
Pemanfaatan teknologi pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
pendidikan. Artinya pengelolaan pendidikan bila memungkinkan seperti pada dunia
bisnis. Semua kegiatan pendidikan dihitung dengan uang seperti fungsi produksi,
sehingga dapat dibandingkan uang dengan uang secara mudah. Sementara itu yang
dimaksud fungsi produksi adalah hubungan antara input, proses dan output. Input
pendidikan berupa masukan untuk proses pendidikan, yaitu peserta didik, guru,
dana, sarana dan prasarana, fasilitas pembelajaran (media, alat peraga, buku,
laboratorium dan barang-barang habis pakai lainnya), semua ini dinilai dalam
bentuk uang. Sedangkan proses menunjuk pada lamanya waktu yang digunakan
(semester, tahun ajaran, dsb) dan bentuk atau pola pembelajaran yang
dilaksanakan, ini semua juga dinilai dengan uang. Outputnya berupa keluaran
dengan berbagai layanan pendidikan, hasil belajar peserta didik, dan jumlah
lulusan/tamatannya ini juga di nilai dengan uang. Dengan demikian apabila nilai
harga input sama atau lebih kecil dari pada nilai harga outputnya, maka
kegiatan pendidikan ini dikatakan efisien.
Namun perlu diingat menghitung harga output yang berupa hasil belajar dalam
bentuk aspek psikologis, seperti penambahan pengetahuan, penajaman pikiran,
penguatan kemauan, perbaikan kepribadian, peningkatan keterampilan, dan
sebagainya ini tidak mudah. Sebab sulit untuk mengkuantitatifkan dan
menguangkan aspek-aspek psikologis. Selain itu sulit untuk dicari di pasar
sebagai perbandingan. Jadi harga itu hanya bisa dilihat pada kegunaan atau
manfaat (outcome) di masyarakat serta
kecocokannya dengan norma dan kondisi masyarakat. Kecuali, berapa jumlah
peserta didik yang lulus/tamat.
Adapun faktor-faktor utama yang diperhatikan dalam menentukan tingkat
efisiensi pendidikan adalah penggunaan uang, proses kegiatan dan hasil
kegiatan.
b. Meningkatkan efektifitas pendidikan
Sesuatu kegiatan dikatakan efektif bila kegiatan itu dapat diselesaikan
pada waktu yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya untuk
mengukur efektifitas hasil suatu kegiatan pembelajaran, biasanya dilakukan
melalui keterampilan kognitif peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti
kegiatan. Pengukuran keterampilan kognitif biasanya banyak dilakukan dengan
menggunakan metode eksperimen yang memungkinkan kita mengontrol kondisi belajar
sehingga diperoleh hasil pengukuran “hasil belajar” yang relatif “murni”.
Efektifitas dapat pula dilihat dari segi daya jangkau media pembelajaran yang
digunakan serta daya kontrol peserta didik terhadap media tersebut dalam hal,
misalnya waktu dan frekwensi penggunaannya/belajarnya (Tian Belawati, 1999:9).
Efektifitas biaya pendidikan berarti biaya itu hanya diarahkan untuk
mencapai tujuan pendidikan dengan tepat waktu. Dengan demikian biaya efektif
suatu kegiatan adalah biaya yang menurut harga pasar yang sedang berlaku dan
dapat menyelesaikan kegiatan sesuai dengan tujuan yang direncanakan.
Analisis biaya efektifitas (cost
effectiveness analysis) merupakan salah satu teknik untuk melihat efisiensi
dan efektifitas penggunaan dana yang dikeluarkan. Maksudnya analisis ini untuk
melihat apakah investasi yang sudah dikeluarkan memberikan manfaat yang layak
diperhitungkan (Tian Belawati, 1999:10). Jadi analisis efektifitas biaya adalah
mengukur kaitan biaya dengan pencapaian tujuan.
Selanjutnya mengenai konsep pengembalian investasi, ada tiga konsep
analisis lain yang biasanya dilakukan, yaitu:
- Nilai bersih saat ini (net present value); secara prinsip merupakan estimasi nilai
saat ini bagi produk yang akan dihasilkan suatu program setelah dikurangi
seluruh biaya yang dikeluarkan.
- Rasio biaya manfaat (cost benefit ratio); merupakan ratio antara estimasi seluruh
biaya per satuan manfaat yang akan dihasilkan.
- Tingkat pengembalian investasi internal (internal rate of return);
merupakan estimasi ratio keuntungan dibanding dengan biaya
penyelenggaraan pendidikan. Selain itu merupakan tingkat bunga yang akan
dihasilkan nilai bersih saat ini sama dengan nol. Jadi investasi dianggap
menguntungkan apabila nilainya lebih besar dari tingkat bunga yang
sekarang berlaku.
Ketiga konsep analisis di atas, semuanya mengharuskan kita melakukan
estimasi manfaat dalam nilai uang. Hal ini kadang-kadang sulit dilakukan dalam
pengukuran manfaat suatu proses pendidikan. Oleh karena itu konsep analisis
biaya efektivitas biasanya dianggap lebih sesuai dalam mengevaluasi efisiensi
dan efektivitas program pendidikan, karena dalam analisis biaya efektivitas manfaat tidak
perlu diterjemahkan kedalam nilai uang.
Sedangkan pembelajaran yang efektif adalah yang menghasilkan belajar yang
bermanfaat dan bertujuan bagi peserta didik, melalui pemakaian prosedur yang
tepat (Miarso, 2004:536). Pengertian ini mengandung dua indikator, yaitu
terjadinya belajar pada peserta didik dan apa yang dilakukan guru. Oleh karena
itu prosedur pembelajaran yang dipakai oleh guru dan terbukti peserta didik
belajar akan dijadikan fokus dalam usaha untuk meningkatkan efektivitas
pembelajaran.
Menurut Wottuba and Wright (1975) dalam Miarso, (2004:536) menyimpulkan ada
tujuh indikator yang menunjukkan pembelajaran efektif, yaitu: 1)
pengorganisasian pembelajaran dengan baik; 2) komunikasi secara efektif; 3)
penguasaan dan antusiasme dalam mata pelajaran; 4) sikap positif terhadap
peserta didik; 5) pemberian ujian dan nilai yang adil; 6) keluwesan dalam
pendekatan pembelajaran; dan 7) hasil belajar peserta didik yang baik.
c.
Meningkatkan
produktifitas pendidikan
Dengan mengambil analogi dari bidang industri dapat kita ketahui bahwa
penerapan teknologi termasuk teknologi pendidikan memungkinkan produksi lebih
banyak, dengan kualitas yang lebih baik dan dengan satuan biaya yang lebih
rendah.
Berkaitan dengan peranan teknologi pendidikan ini menurut Miarso
(2004:6,109) teknologi pendidikan mempunyai potensi untuk meningkatkan
produktifitas pendidikan, dengan jalan: 1) mempercepat tahap belajar (rate of learning), 2) membantu guru
untuk menggunakan waktunya secara lebih baik, 3) mengurangi beban guru dalam
menyajikan informasi, sehingga guru dapat membina dan mengembangkan kegairahan
belajar peserta didik.
d. Belajar lebih cepat
Agar siswa mampu menghadapi perubahan yang cepat satu-satunya cara adalah
“belajar secara cepat”. Dengan kata lain adanya perubahan yang cepat (accellerated
change) itu perlu diimbangi dengan kecepatan di dalam belajar (accellerated learning). Menurut Azis Wahab,
(2001:2) kecepatan di dalam belajar dapat dilakukan antara lain
dengan memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1)
belajar bagaimana belajar (learning how to learn);
2)
memahami dengan baik teknik belajar sendiri (natural learning style);
3)
memiliki kemampuan/keterampilan dalam memanfaatkan
teknologi informasi;
4)
mengkaji informasi dengan cepat, memahaminya dan
diingat dengan baik.
Mengkaji dan
mengimplementasikan prinsip-prinsip di atas diharapkan dapat membantu percepatan dalam belajar yang
juga sekaligus merupakan tuntutan era informasi yang dipacu lebih cepat melalui
revolusi teknologi informasi dan komunikasi. Karena itu prinsip-prinsip di atas
juga sekaligus merupakan langkah-langkah penting yang perlu diperhatikan dalam
penerapan teknologi pendidikan.
e. Pembelajaran lebih berkualitas.
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang
melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik,
peserta didik dengan guru, lingkungan,
dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi
dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud
dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan
berpusat pada peserta didik (student
centred). Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta
didik.
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik (pasal 19, PP 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan).
Satuan pendidikan dapat mengembangkan empat pilar pendidikan yang
dicanangkan oleh UNESCO baik untuk sekarang dan masa depan, yaitu: (1) learning to Know (belajar untuk
mengetahui), (2) learning to do
(belajar untuk melakukan sesuatu) dalam hal ini kita dituntut untuk terampil
dalam melakukan sesuatu, (3) learning to
live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama) dan (4) learning to be (belajar untuk menjadi
seseorang). Namun, perlu diingat untuk mewujudkan pola pembelajaran ini perlu
dukungan ekonomi (anggaran) yang memadai untuk pengadaan sarana dan prasarana,
fasilitas pembelajaran, peningkatan profesionalisme guru, sistem evaluasi dan
suasana sekolah yang demokratis.
C. Landasan Manajemen dalam Teknologi Pendidikan
1. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari bahasa
Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan
mengatur.
Manajemen adalah ilmu
dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk
mencapai tujuan secara efektif dan
efisien. Pengertian efektif adalah tujuan dapat dicapai dalam
waktu yang singkat, sedangkan efisien dapat diartikan pencapaian dengan biaya
yang rendah. Jadi efektif mengacu pada lamanya waktu untuk mencapai tujuan dan
efisien mengacu pada biaya yang dikeluarkan lebih sedikit. (http://wikipedia.org/wiki/Manajemen)
Menurut
James A.F. Stoner, manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan sumua
sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan sebelumnya (http://organisasi.org/pengertian_definisi_dari_manajemen). Pengertian
ini sejalan dengan pengertian menurut G.R.Terry dalam Sadili Samsudin (2006:12)
yang menyatakan manajemen adalah suatu proses yang khas, yang terdiri dari
tindakan perencanaan (organizing), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengendalian (controlling)
yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah
ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya
lainnya.
Menurut Mary Parker Follet dalam Sadili Samsudin
(2006:12), manajemen adalah suatu seni, karena untuk melakukan
suatu pekerjaan melalui orang lain dibutuhkan keterampilan khusus.
Dari definisi-definisi di atas,
dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki yang
terdiri dari tindakan perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing),
penggerakan (actuating), dan
pengendalian (controlling) untuk
mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.
2. Peranan Manajemen Dalam Pendidikan
Berdasarkan pada PP 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan pasal 49 bahwa pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School
Based Management dapat didefinisikan sebagai penyerasian sumber daya yang
dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok
kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses
pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai
tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional. (http:
//www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg_tertulis)
Arti manajemen berbasis sekolah adalah
pelimpahan wewenang pada lapis sekolah untuk mengambil keputusan mengenai
alokasi dan pemanfaatan sumber-sumber berdasarkan aturan akuntabilitas yang
berkaitan dengan sumber tersebut (Miarso: 2005; 728).
Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan
partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan
sebagai kewenangan (kemandirian), yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus
dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur
dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian yang dimaksud
harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil
keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat,
kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang
terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan
persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan
bersinergi dan berkaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri.
Ciri khas MBS adalah sekolah memiliki kewenangan
(kemandirian) yang lebih besar dalam mengelola manajemennya sendiri.
Kemandirian tersebut di antaranya meliputi penetapan sasaran peningkatan mutu,
penyusunan rencana peningkatan mutu, pelaksanaan rencana peningkatan mutu dan
melakukan evaluasi peningkatan mutu. Di samping itu, sekolah juga memiliki
kemandirian dalam menggali partisipasi kelompok yang berkepentingan dengan
sekolah.
Penerapan MBS yang efektif
mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS (Kathleen,
ERIC_Digests) :
1. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah
untuk mengambil keputusan yang akan
meningkatkan pembelajaran.
2. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah
untuk terlibat dalam pengambilan
keputusan penting.
3.
Mendorong munculnya
kreativitas dalam merancang bangun program
pembelajaran.
4.
Mengarahkan kembali sumber
daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5.
Menghasilkan rencana
anggaran yang lebih realistik ketika orang
tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah,
batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
6. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
1.
Pengelolaan sekolah akan lebih desentaristik
2.
Perubahan sekolah akan lebih didorong oleh motivasi internal dari pada diatur oleh luar sekolah
3.
Regulasi pendidikan menjadi lebih sederhana
4.
Peranan para pengawas bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi, dari
mengarahkan menjadi menfasilitasi dan dari
menghindari resiko menjadi mengelola resiko
5.
Akan mengalami peningkatan manajemen
6.
Dalam bekerja, akan menggunakan team work
7.
Pengelolaan informasi akan lebih mengarah kesemua kelompok kepentingan
sekolah
8.
Manajemen sekolah akan lebih menggunakan pemberdayaan dan struktur organisasi akan lebih datar
sehingga akan lebih sederhana dan efisien
Adapun tujuan Manajemen Berbasis Sekolah adalah:
1.
Meningkatkan efisiensi dalam
penggunaan sumber
2.
Meningkatkan efektifitas
sekolah melalui perbaikan mutu belajar-pembelajaran
3.
Lebih responsif terhadap
kebutuhan dan kondisi pelanggan
4.
Menambah kesempatan bagi siapa
saja untuk mengikuti pendidikan
5.
Memberikan kesempatan kepada
masyarakat, termasuk keluarga untuk berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan (Miarso: 2000; 728)
Dalam mengembangkan manajemen berbasis sekolah, digunakan
pendekatan sistem, yang memberikan gambaran menyeluruh terhadap semua komponen,
serta lingkungan yang mempengaruhi sistem sekolah yang bersangkutan (Miarso:
2000; 730) Pendekatan sistem ini dapat digambarkan sebagai berikut:
MANAJEMEN
Manajemen
Peserta Didik:
Peserta didik merupakan
konsumen utama setiap program pendidikan. Setiap siswa berhak untuk memperoleh
perlakuan yang adil sesuai dengan karakteristik masing-masing. Mereka yang
memiliki keunggulan tertentu diberikan kesempatan untuk berkembang tanpa
mendapat hambatan, misalnya dengan memberikan program pengayaan. Sedangkan
untuk siswa yang mengalami hambatan, misalnya lambat dalam belajar, perlu
mendapat bimbingan atau program remedial, sehingga mampu mencapai standar
minimum yang diharapkan. Para siswa
dipersiapkan sehingga mampu menguasai pengetahuan, mampu mengenal jati diri,
mampu berkarya, dan mampu untuk hidup bersama dalam keselarasan dengan
lingkungan .
Manajemen Kurikulum
Indikator keberhasilan pendidikan tidak hanya
didasarkan pada kelulusan dan nilai Ujian Nasional yang tinggi, tetapi yang
lebih penting adalah terbentuknya sikap positif terhadap ilmu pengetahuan,
teknologi dan terhadap lingkungan serta penguasaan atas piranti (tools) atau metode untuk belajar lebih
lanjut/sepanjang hayat. Kurikulum muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi obyektif lingkungan, perlu dikembangkan dan mendapat perhatian yang
besar.
Manajemen Tenaga
Pengembangan kapabilitas dan
kompetensi tenaga merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam setiap usaha
pembaruan. Tenaga yang perlu dikembangkan meliputi guru dan tenaga kependidikan
lain, baik yang bertugas di dalam sekolah dan berinteraksi langsung dengan
siswa seperti guru, pustakawan, dan konselor, maupun yang bertugas di luar
sekolah dan tidak berinteraksi langsung dengan siswa seperti pengawas, kepala
sekolah, orang tua siswa, pengurus yayasan, dan pengelola program pendidikan di
daerah dan di pusat. Para pengelola ini berperan dalam memfasilitasikan dan
membina pengembangan persekolahan secara keseluruhan.
Manajemen Sarana
Sarana yang dikembangkan
meliputi ruang kelas dengan perabotnya, laboratorium dengan kelengkapannnya,
perpustakaan dengan koleksi buku serta bahan belajar lain, ruang keterampilan
dengan peralatannya, ruang perkantoran, ruang serba guna, dan sarana penunjang
lain, seperti mushala, kamar kecil dan lain-lain. Di samping itu, perlu juga
dikembangkan sarana berupa ”laboratorium alam” misalnya sawah atau kebun
percobaan, kolam atau perairan untuk budi daya ikan, peternakan, unit jasa
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan sebagainya. Semua sarana harus
dapat didayagunakan secara optimal, dengan tujuan untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi program pembelajaran. Sarana tersebut juga harus
diusahakan sebagai tempat yang menyenangkan dan menarik untuk belajar.
Manajemen Uang
Pimpinan harus mampu
mengusahakan dan menggali dana dari berbagai sumber dengan berbagai cara.
Sumber dana dapat berasal dari orang tua, alumni, lembaga sosial, pemerintah
daerah, dunia usaha dan industri dan masyarakat pada umumnya. Dana ini harus
dikelola secara efisien dan transparan. Cara membiayai kegiatan pengembangan
pendidikan dapat dilakukan melalui kerja sama kemitraan dengan dunia usaha atau
lembaga bisnis, pemberian jasa layanan, produksi barang untuk knsumsi pasar,
dan pemberdayaan sarana yang ada.
Manajemen Proses Belajar-Pembelajaran
Proses belajar pembelajaran
harus berfokus kepada para siswa, yaitu agar dikembangkan potensi setiap siswa
secara optimal sesuai dengan kondisi objektif dan karakteristik siswa. Proses
ini harus memungkinkan terjadinya perubahan yang positif secara menyeluruh,
meliputi aspek nilai dan sikap, aspek intelegensi, dan aspek motorik. Perubahan
ini antara lain perlu dilakukan dengan pendekatan belajar aktif, belajar
kolaboratif dan belajar tuntas.
Manajemen Hasil
Hasil pendidikan adalah wujud
kinerja sekolah. Kinerja sekolah merupakan prestasi yang dicapai dari semua
proses dan perilaku dalam sekolah itu sendiri. Berbagai ukuran atau penilaian
dapat dilakukan atas kinerja sekolah, meliputi mutu lulusan yang dihasilkan,
produktifitas prosesnya, efektivitas dan efisiensi programnya, temuan atau
pembaruan yang dikembangkan, semangat kerja dan perubahan yang terjadi pada
dirinya.
Manajemen Konteks/Lingkungan
Lingkungan sekolah meliputi
lingkungan fisik, lingkungan nirfisik, lingkungan masyarakat, dan lingkungan
organisasi atau kelembagaan. Lingkungan fisik seperti lokasi dan kondisi
geografis perlu dikenal dengan baik dan dimanfaatkan sebagai masukan untuk
menyusun program pendidikan dan untuk mendukung proses penyelenggaraan pendidikan.
Kurikulum muatan lokal atau kurikulum pengayaan (ekstrakurikuler) perlu
dikembangkan dengan memperhatikan lingkungan fisik. Lingkungan nirfisik adalah
lingkungan yang ada tetapi tidak tampak, misalnya waktu dan jaringan maya.
Lingkungan masyarakat yang terdiri dari orang-orang atau anggota masyarakat,
organisasi masyarakat, lembaga keagamaan, kebudayaan dan adat istiadat
merupakan lingkungan yang memberikan pengaruh dan sekaligus berpotensi untuk
mendukung penyelenggaraan pendidikan. Lingkungan masyarakat perlu
diinventarisasikan, dikaji dan dimanfaatkan seoptimal mungkin. Sekolah sebagai
suatu bagian integral dari sistem pendidikan, perlu membina lingkungan
organisasi/lembaga dengan menjalin kerja sama dengan orginasi/lembaga terkait
baik secara horizontal, vertikal, maupun lateral. Lembaga horizontal meliputi
sesama sekolah, seperti SMU, SMK dan MA.
Vertikal meliputi lembaga pendidikan jenjang dasar, menengah dan tinggi,
instansi pemerintah dalam satu departemen maupun dalam departemen lain termasuk
Pemerintah Daerah. Lembaga lateral termasuk pesantren, kursus-kursus, PKBM
(Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), dan berbagai pendidikan jalur nonformal
lain.
Manajemen Dampak
Yang dimaksud dengan dampak
adalah hasil pendidikan jangka panjang, baik bagi individu yang bersangkutan
maupun bagi masyarakat secara luas. Manajemen dampak memang bukan semata-mata
tanggung jawab sekolah, namun sekolah mempunyai peran penting, karena
menghasilkan lulusan yang mampu mengembangkan dirinya dan berkarya. Indikator
manajemen dampak adalah keberhasilan dalam menempuh pendidikan lanjut,
keberhasilan dalam memperoleh penghasilan, keberhasilan dalam karier,
keberhasilan dalam berwirausaha, dan keberhasilannya sebagai tokoh dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam usaha mengetahui dampak
pendidikan sangat penting peranan alumni. Oleh karena itu pimpinan sekolah
diharapkan dapat mendukung prakarsa untuk membentuk atau meningkatkan
organisasi alumni.
Manajemen Sistem
Manajemen sistem meliputi semua
komponen secara keseluruhan. Pembaruan pendidikan banyak tergantung kepada
kemampuan manajerial dan kepemimpinan Kepala Sekolah. Yang termasuk dalam
manajemen sistem adalah manajemen data dan informasi mengenai keadaan dan
perkembangan sekolah sebagai suatu sistem dalam sistem pendidikan nasional.
Data dan informasi ini perlu dikumpulkan, ditata, diolah dan dimanfaatkan untuk
kepentingan perencanaan dan pengembangan sekolah lebih lanjut.
3. Peranan Manajemen Dalam Teknologi Pendidikan
Seperti telah disebutkan di depan,
teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain,
pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta penilaian proses, sistem dan
sumber untuk belajar (Seels & Richey 2000:54). Definisi ini beranggapan bahwa penerapan
dalam bidang teknologi pembelajaran ditandai dengan upaya tercapainya sasaran
secara berdayaguna (efficient) tanpa
biaya yang mahal (economical).
Definisi ini sejalan dengan pengertian manajemen menurut wikipedia.
Seperti halnya manajemen secara umum, manajemen
pendidikan juga meliputi empat hal pokok, yaitu perencanaan, pengorganisasian,
penerapan atau pelaksanaan, dan pengendalian atau pengawasan pendidikan
Sejalan dengan pendapat di
atas, Seels & Richey (2000:54) menyatakan manajemen merupakan suatu proses
untuk mengendalikan atau mengontrol praktek teknologi pendidikan melalui
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi.
Sumber daya manusia yang
mengelola pendidikan harus memilki kemampuan yang handal untuk mengembangkan
dan/atau menerapkan teknologi pendidikan agar penyelenggaraan pendidikan
menjadi lebih berkualitas, efektif, efisien dan relevan dengan kebutuhan
pembangunan.
Memanfaatkan berbagai kemudahan dari teknologi pendidikan hanya mungkin
terjadi jika dikelola dengan baik. Telah dipahami bahwa pengelolaan merupakan
suatu permasalahan manajemen, dan oleh sebab itu memanfaatkan ilmu manejemen
merupakan sebuah keharusan dalam penerapan teknologi pendidikan untuk
memecahkan masalah belajar dan pembelajaran dalam berbagai situasi pendidikan.
D. Kesimpulan
1.
Setiap teknologi dibangun atas
dasar suatu teori tertentu, teknologi pembelajaran dibangun atas dasar beberapa
prinsip-prinsip ilmu dan salah satunya ditarik dari teori ekonomi terutama
manajemen dan hasil-hasil penelitian dalam kegiatan ekonomi dan manajemen.
2.
Teori ekonomi dibedakan menjadi dua yaitu: a)
teori ekonomi makro yang membahas perilaku negara, masyarakat atau kelompok
masyarakat dengan variabelnya pendapatan nasional, kesempatan kerja,
pengangguran, inflasi, anggaran pemerintah, kebijakan moneter dan sebagainya;
b) teori ekonomi mikro membahas perilaku agen ekonomi yang kecil yaitu konsumen
individual atau sebuah perusahaan, sekolah atau satuan pendidikan dan keluarga.
3.
Perkembangan ekonomi makro berpengaruh pula dalam
bidang pendidikan, seperti banyak orang kaya yang menjadi orang tua asuh,
terlaksananya sistem link and match,
munculnya sejumlah sekolah unggulan, dan lain-lain. Dengan demikian ekonomi
mempunyai peran yang besar bagi kehidupan seseorang, masyarakat dan negara
bahkan dunia.
4.
Ekonomi pendidikan memusatkan perhatiannya pada
investasi sumber daya manusia, dengan subyek pengamatan atau kajiannya pada
analisis atas nilai ekonomis pendidikan dan analisis atas aspek ekonomis
institusi pendidikan.
5.
Pendidikan sebagai suatu proses untuk menciptakan
suatu hasil, tidak mungkin terbebas dari pertimbangan atau nilai ekonomi.
Sebalinya pendidikan juga memberi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi, dalam
menyediakan sumber daya manusia yang berpengetahuan, berketerampilan, dan
menguasai teknologi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
6.
Ekonomi pendidikan sama fungsinya dengan
sumber-sumber pendidikan yang lain, seperti guru, kurikulum, peralatan, media
pembelajaran, dan sebagainya yang semuanya bermuara pada pengembangan potensi
peserta didik.
7.
Teori ekonomi juga dapat digunakan dalam
bidang-bidang selain bidang moneter, seperti misalnya penelitian perilaku
kriminal, politik, kesehatan, keluarga, pendidikan
termasuk teknologi pendidikan dan lain sebagainya.
8.
Masalah pokok ilmu ekonomi adalah kebutuhan
manusia yang bersifat tak terbatas dan sumber-sumber ekonomi yang jumlahnya
terbatas, akibatnya dihadapkan pada masalah pilihan yang terbaik. Alternatif
yang terbaik menurut prinsip-prinsip atau hukum-hukum ekonomi harus memenuhi
syarat efektivitas dalam mencapai sasarannya dan memenuhi syarat efisiensi
dalam menggunakan sumber-sumber yang sedikit atau sekecil mungkin.
9.
Dalam memecahkan masalah-masalah belajar pada
manusia perlu berlandaskan teori ekonomi untuk memilih alternatif terbaik yang
memenuhi syarat paling efektif dan paling efisien, dengan menerapkan teknologi
pendidikan.
10. Mengingat
jumlah sasaran yang harus dilayani cukup besar, kesempatanya sangat terbatas,
dan sumber belajar tradisional makin terbatas pula, maka perlu dikembangkan
alternatif layanan pendidikan yang paling efektif dan efisien, dan hal tersebut
dapat tercapai dengan menerapkan
teknologi pendidikan.
11. Teknologi
pembelajaran berupaya untuk merancang, mengembangkan dan memanfaatkan aneka
sumber belajar sehingga dapat memudahkan atau memfasilitasi seseorang untuk
belajar.
12. Kontribusi
ilmu ekonomi dalam teknologi pendidikan yaitu menekankan pada proses untuk
memperoleh nilai tambah, yaitu belajar akan lebih berkualitas, lebih produktif,
lebih efisien, lebih efektif, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat, dan
sebagainya.
13. Implikasi
manajemen dalam teknologi pendidikan adalah untuk mengendalikan atau mengontrol
praktek teknologi pendidikan melalui perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian dan supervisi.
Daftar Pustaka
Belawati, Tian, (1999), “Pengukuran Biaya dan Efektifitas Program
Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh”, (Jakarta: Pustekkom & SEAMOLEC).
Depdiknas, (2003),
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (Jakarta, Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas).
Gibson, Rowan, (1997)
Rethinking The Future, London: Nicholas Brealy Publishing.
Miarso, Yusufhadi, (2004),
“Menyemai Benih Teknologi Pendidikan”, (Jakarta: Penerbit Prenada Media).
Pidarta, Made, (2000),
“Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia”, (Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta)
Peraturan Pemerintah No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Soedijarto, (2000), “Pendidikan
Nasional, Sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban
Negara-Bangsa (Sebuah Usaha Memahami Makna UUD 1945”, (Jakarta: Penerbit
CINAPS)
Wahab, Azis, (2001), “Membangun
Kemampuan Manajemen Pendidikan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi Dalam Rangka Otonomi Daerah dan Otonomi Pendidikan”, (Makalah, UPI
Bandung)
(http:
//www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg_tertulis)
LANDASAN
TEORI EKONOMI
DAN
MANAJEMEN
MAKALAH
TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH
LANDASAN
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Dosen
: Prof. Yusufhadi Miarso, M.Sc
Oleh :
Arcadius
Benawa
Aykah
Bambang
Warsita
Iman
Nurjaman
PROGRAM
STUDI S2 TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2007
|
||||
|
Tes Penguasaan
Landasan Teori Ekonomi dan
Manajemen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar