Pendidikan karakter
merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. UU No 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta
bertanggung jawab.
Berdasarkan hal tersebut diatas,
pendidikan tidak hanya transfer knowledge dan membangun siswa yang cerdas
tetapi menghasilkan siswa yang berkepribadian dan berkarakter serta berperilaku
baik. Sekolah sebagai lembaga formal yang mempunyai tugas mewujudkan tujuan
pendidikan nasional mempunyai peran yang sangat penting.
Banyaknya permasalahan-permasalahan
yang muncul dikalangan pelajar dan masyarakat merupakan ekses dari kurangnya
pendidikan yang menyentuh aspek karakter siswa. Menurut KPAI (Komisi
Perlindungan Anak Indonesia) sejak 1 januari 2012 - 26 September 2012 sudah ada
17 anak yang meninggal karena tawuran. Jumlah ini meningkat dari tahun
sebelumnya yang berjumlah 12 anak, sedangkan Komisi Nasional Anak mencatat
sudah ada kenaikan sejak 6 bulan pertama di tahun 2012, sampai bulan Juni sudah
terjadi 139 tawuran, 12 kasus menyebabkan kematian. Sementara 2011 sudah
terjadi 339 kasus tawuran menyebabkan 82
anak meninggal dunia.
(http://metro.news.viva.co.id/news/read/354946-sederet-tawuran-pelajar-di-jabodetabek-sejak-awal-2012).
Belum lagi kasus
tawuran di masyarakat yaitu di Lampung yang menyebabkan 6 orang meninggal
dunia. (http://nasional.kompas.com/read/2012/10/28/14501116/Salah.Satu.dari.3.Korban.Tewas.Sempat.Dirawat.di.RS)
Dan masih banyak catatan-catatan
mengenai berbagai permasalahan yang terjadi baik di kalangan pelajar,
masyarakat bahkan di negara ini yang mencerminkan akibat pendidikan yang tidak
mengedepankan karakter. Theodore Roosevelt mengatakan :" To educate a
person in mind and not a morals is to educate menace to society" (Mendidik
seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan dalam aspek moral adalah
ancaman marabahaya bagi masyarakat).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri St. Louis memperkuat pendapat
Theodore Roosevelt. Dalam penelitian tersebut di nyatakan bahwa terjadi
peningkatan motivasi siswa dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah
yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif
menerapkan pendidikan karakter menunjukkan penurunan drastis pada perilaku
negatif siswa yang dapat menghambat prestasi akademik siswa.
Saya mempunyai cerita menarik mengenai
salah satu karakter siswa kelas 7 SMP Labschool Kebayoran, ketika kegiatan
sehabis lari pagi, tepatnya tanggal 2 november 2012 beberapa siswi SMP
mendatangi saya dan berkata bahwa bahwa ia telah menemukan uang sebesar Rp 50
ribu dibawah tangga. Salah seorang anak menceritakan ketika ia akan naik tangga
ia melihat uang Rp 50 ribu itu ada di lantai. Pada saat bersamaan, ada beberapa
siswa SMA yang kebetulan melewati uang tersebut. Spontan anak tersebut
memanggil dan mengatakan bahwa uang kakak-kakak SMA terjatuh tapi ternyata
siswa SMA tersebut tidak merasa bahwa itu uang mereka. Akhirnya karena siswa
SMA tersebut tidak mengakuinya maka anak tersebut berinisiatif mengambilnya dan
melaporkannya pada saya.
Disaat yang sama anak tersebut
mengatakan bahwa sebenarnya ia sudah kehilangan uang 50 ribu tetapi ia tidak
tahu hilangnya dimana. Anak tersebut tidak berani mengakui bahwa uang yang
ditemukannya adalah uang dia karena anak tersebut tidak mengetahui kapan dan
dimana uangnya hilang. Pada saat itu, hal yang langsung terbersit di dalam
pikiran saya adalah betapa jujurnya anak ini. Anak tersebut bisa saja mengakui
bahwa uang yang ditemukannya adalah uangnya yang hilang tetapi ia tidak
melakukannya. Ia lebih memilih melaporkan uang yang ditemukannya kepada saya.
Sungguh saya merasa bangga mempunyai siswa yang memiliki kejujuran seperti itu.
Mengutip dari Mario Teguh dalam acara Golden Ways yang mengatakan bahwa orang
yang berani tidak jujur 1 rupiah maka ia akan bisa tidak jujur 1 milyar.
Dari contoh diatas, saya menarik
kesimpulan (walaupun mungkin terlalu dini) bahwa anak ini sudah mempunyai
karakter jujur. Pertanyaannya adalah kapan atau bagaimana karakter jujur itu
terbentuk. Saya meyakini bahwa karakter jujur tersebut sudah terbentuk dari
sebelumnya. Dan pembentukan karakter jujur tersebut terbentuk bukan hanya
karena sekolah tetapi juga ada kesinambungan dengan pendidikan di rumah.
Pembentukan karakter bukan hanya
mentransfer pengetahuannya saja tetapi juga menanamkan nilainya. Pembentukan
karakter meliputi Olah Hati (Spiritual and Emotional Development), Olah Pikir
(intelectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and
Kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity
development). Pendidikan karakter yang dapat meliputi itu semua, selain melalui
proses transfer pengetahuan dari karakter tersebut, harus diperkuat dengan
proses penyadaran, pembiasan dan disiplin. Siswa tidak hanya mengetahui tetapi
juga menanamkan nilainya dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Penyadaran menurut saya adalah anak
memahami nilai-nilai yang terkandung dalam karakter tersebut. Penyadaran dapat
di lakukan dengan "kesengajaan yang tidak disengaja", maksudnya
adalah guru dan orang tua mengatur secara sengaja tetapi dibuat seakan-akan
tidak disengaja, misalnya untuk membentuk karakter jujur, guru atau orang tua
secara sengaja meletakkan di tempat-tempat tertentu. Orang tua dan guru dapat
melihat kejujuran siswa ketika menemukan uang yang kita letakkan. Pendidikan
nilai-nilai karakter agar masuk sampai tahap internalisasi dan tindakan nyata
maka selanjutnya seperti pembiasaan dan pendisiplinan harus dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari. Disini peran orang tua dan guru harus selalu memberikan
contoh dari karakter yang kita ingin tanamkan pada diri siswa.
Dalam pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja
seluruh warga dan lingkungan sekolah
Guru menjadi ujung tombak dalam
proses penerapan nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan pada siswa di
sekolah. Guru yang diartikan gugu dan di tiru memililki makna yang sangat
dalam. Pengertian tersebut menyatakan bahwa guru bukan hanya sebagai pengajar
yang mentransfer pengetahuan tetapi peran guru saat ini lebih sebagai pembentuk
karakter.
Guru sebagai pembentuk karakter
berarti guru tidak hanya merencanakan berbagai kegiatan yang dapat membentuk
karakter siswa. Guru sendiri harus menjadi model dan contoh nyata bagi siswa
mengenai berbagai karakter yang ingin dibentuk. Pendidikan adalah pembentukan
karakter dan bukan hanya upaya transfer knowledge walaupun terkadang masyarakat
lebih menghargai keberhasilan sekolah ketika sekolah menghasilkan siswa-siswa
yang bisa menghasilkan prestasi akademik. Pendidikan bukan upaya sekali jadi
dan dalam waktu yang singkat dan pendidikan bukan pula menjadi tanggung jawab
sekolah semata, tetapi juga tanggung jawab orangtua, masyarakat dan pemerintah.
Kriteria terbentuknya pendidikan
karakter adalah terciptanya budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah, seperti perilaku,
tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua
warga sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan
citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas. Dengan demikian pendidikan
karakter dimulai dari perilaku individu yang kemudian menyebar menjadi perilaku
warga sekolah yang pada akhirnya menjadi budaya sekolah. Artinya budaya sekolah
terbentuk apabila semua warga sekolah sudah melakukan apa yang menjadi karakter
sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar